TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman DKI Jakarta Teguh Nugroho mendukung penerapan sanksi progresif terhadap pelanggar PSBB Transisi yang tak mematuhi protokol kesehatan.
Akan tetapi penerapan sanksi progresif dinilai tak memberikan efek jera jika dijatuhkan kepada individu pelanggar PSBB. Ombudsman menyarankan denda pelanggaran progresif hanya diterapkan ke lembaga atau perkantoran.
"Denda progresif dimungkinkan tapi bukan ke individu melainkan ke perkantoran dan industri yang membandel tidak menerapkan protokol kesehatan," kata Teguh melalui pesan singkatnya, Selasa, 8 September 2020.
Ombudsman mendukung sanksi progresif segera diterapkan di Ibu Kota. Sanksi kelipatan hukuman ini, menurut dia, bakal memaksa industri mematuhi protokol kesehatan PSBB Transisi yang ditetapkan pemerintah.
Teguh menduga masih banyak perkantoran dan industri yang tidak menerapkan protokol kesehatan 50 persen kapasitas. Sebabnya, pengawasan pemerintah lemah karena minimnya tenaga pengawas. "Pengawasan harus ditingkatkan," ujarnya.
Baca juga: Ombudsman Minta DKI Setop Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Masuk ke Peti Mati
Menurut dia, jika kebijakan ini dipatuhi oleh pengusaha maka Pemprov DKI Jakarta tidak perlu menerapkan ganjil genap. Sebab dengan sendirinya jumlah pekerja yang masuk ke DKI telah terpotong setengahnya.
"Karena langsung dipotong dari induknya. Tapi sekarang warga yang bekerja di sektor formal banyak yang tetap masuk kantor," ucapnya. "Harusnya bisa ditekan hanya 50 persen."
Selain soal sanksi progresif, Ombudsman mendorong Pemprov DKI Jakarta mengurangi lagi kapasitas perkantoran menjadi di bawah 50 persen karena penularan Covid-19 sudah semakin tinggi. "Dengan begitu physical distancing bisa lebih diterapkan," ucapnya.