TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM), Sigit Pramono, meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak tergesa-gesa dalam memutuskan membuka kembali bioskop di tengah pandemi Covid-19.
Sigit beralasan, saat ini masyarakat belum sepenuhnya disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, setidaknya memakai masker saat beraktivitas di luar rumah.
“Sangat riskan untuk membuka kegiatan apapun yang menimbulkan konsentrasi manusia atau kerumunan tanpa orang-orang sadar mau mengikuti protokol krisis,” ujar dia dalam sebuah diskusi virtual pada Selasa malam, 8 September 2020.
"Kami GPM terus terang aja, kalau itu sekarang dilakukan, kami dalam posisi tidak setuju, tidak mendukung."
Sigit menganggap alasan pembukaan bioskop untuk mendongkrak perekonomian di industri kreatif tidak kuat. Soalnya, kata dia, banyak sektor lain yang juga terdampak akibat pandemi Covid-19.
Sigit mencontohkan salah satu hotel yang ia miliki, di mana sudah enam bulan terakhir tak pernah kedatangan tamu, serta pentas Jazz Gunung yang digagas olehnya dan beberapa seniman lain. “Itu pun kami sangat terpukul. Ini juga sektor ekonomi kreatif. Menurut saya kurang kuat alasannya kalau karena itu,” kata Sigit.
Jika alasannya untuk kebahagiaan masyarakat, Sigit menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta memperbanyak lokasi drive-in cinema. Masyarakat dapat menikmati film dengan berada di mobilnya tanpa harus berinteraksi dengan pengunjung lain. Selain itu, Sigit juga menyarankan agar pelaku di dunia perfilman Indonesia agar mulai beranjak ke platform digital yang dapat diakses oleh masyarakat dari rumah.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan akan segera membuka bioskop pada masa perpanjangan PSBB transisi. Pembukaan bioskop oleh pemerintah bakal merujuk pada kajian para pakar soal penanganan dan pengelolaan bioskop. Pemerintah mempunyai sejumlah pertimbangan dalam memutuskan kebijakan pembukaan bioskop tersebut.
Salah satunya pertimbangan bahwa pengunjung bioskop tak saling berbicara ketika sedang menonton film. Mereka biasanya hanya berbincang dengan orang yang dikenal. "Para penonton tidak saling berbicara. Berbeda dengan restoran dan kafe di mana satu sama lain justru saling ngobrol," kata dia saat konferensi pers virtual BNPB Indonesia, Rabu, 26 Agustus 2020.