TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan harus ada kebijakan rem darurat atau emergency brake policy dengan kondisi penambahan pasien Covid-19 saat ini. Rem darurat ini, menurut dia, sebagai bentuk intervensi dari pemerintah untuk menekan penularan virus corona semakin meluas.
"Memang betul harus diambil rem darurat yang mendesak dan harus jadi kebijakan bukan semata-mata DKI, harus provinsi lain juga seperti itu supaya bisa menghentikan pergerakan penularan yang luar biasa," kata dia dalam diskusi virtual yang digelar LaporCovid-19, Rabu, 9 September 2020.
Baca Juga: Fraksi Gerindra Sebut DKI Takkan Tarik Rem Darurat PSBB Transisi: Jomplang Semua
Widyastuti menyampaikan bahwa penambahan tempat tidur isolasi dan tenaga medis harus dibarengi dengan intervensi yang masif. Sebab, kemampuan tampung dan sumber daya manusia (SDM) di Jakarta tidak akan cukup jika pergerakan orang masih tinggi.
Dinas Kesehatan DKI telah memetakan jumlah pasien Covid-19, tingkat kesembuhan dan kematian, serta kapasitas tempat tidur yang diperlukan dengan pola penambahan kasus di Jakarta akhir-akhir ini. Hasilnya, dia memaparkan, tambahan tempat tidur hingga 5.500 unit tidak akan cukup menampung pasien Covid-19 hingga Desember 2020 tanpa ada intervensi sosial.
Untuk itu, mau tak mau pergerakan orang harus dibatasi dengan memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Hal ini mengingat penularan terjadi bukan karena virus berjalan mencari mangsa, tapi manusia yang kerap bergerak.
"Artinya perlu suatu intervensi yang lebih masif, sehingga mempunyai kekuatan untuk membatasi pergerakan orang," jelas dia.
Jumlah pasien Covid-19 di Jakarta tak kunjung melandai. Bahkan, belakangan ini penambahannya antara 800- 1000 kasus baru per hari. Data hingga 8 September 2020 tercatat ada 48.811 kasus dengan rincian 11.030 positif, 1.330 meninggal, dan 36.451 sembuh.