TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menagih janji Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan pengelolaan air oleh swasta.
Koalisi mengeluarkan surat terbuka berisikan empat poin desakan agar Anies menghentikan swastanisasi air.
"28 bulan menjelang berakhirnya Perjanjian Kerjasama yang melandasi privatisasi air di Jakarta, melalui surat terbuka ini kami hendak menagih dan mendesak Bapak Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta," kata koalisi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 9 September 2020.
Poin pertama, koalisi meminta Anies Baswedan memenuhi hak warga atas air yang memadai, aman, bisa diterima, dan dapat diakses secara fisik. Warga juga harus mudah memperoleh air yang dipakai untuk personal dan domestik. Poin ini mengacu pada isi Komentar Umum Nomor 15/2002 Komite PBB untuk Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pada poin kedua, Anies diminta menghentikan atau tak memperpanjang perjanjian kerja sama DKI dengan swasta soal pengelolaan air bersih. Pada saat ini penyaluran air untuk warga Ibu Kota ditangani 2 perusahaan swasta yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra).
"Serta mengambil alih Pengelolaan Air Jakarta dari PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta untuk menghentikan kerugian negara dan warga Jakarta," kata koalisi dalam keterangannya.
Ketiga, pemerintah DKI menjamin adanya transparansi proses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan selanjutnya pengelolaan air Jakarta. Proses juga bersifat partisipatif dan tidak diskriminatif.
Pada poin terakhir, koalisi mendesak pengelolaan air dialihkan dari swasta kepada PD PAM Jaya selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI. "Dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan ketersediaan air bagi warga Jakarta."
Baca juga: Stop Swastanisasi Air, Anies: Palyja dan Aetra Tak Mampu
Menurut koalisi, swastanisasi air menimbulkan pelbagai protes warga. PD PAM Jaya memperoleh 53.114 keluhan dari pelanggan soal pelayanan penyediaan air bersih sepanjan 2013. Keluhannya beragam, mulai dari air mati hingga tarifnya tinggi, yaitu Rp 7.800 per meter kubik.
Gubernur Anies Baswedan pernah berjanji akan menghentikan swastanisasi air. Pada Oktober 2019, Anies berujar upaya pengambilalihan pengelolaan air dari pihak swasta tak berhenti. Satu perusahaan sudah bersedia menyerahkan hak pengelolaannya. Namun, satunya lagi masih mandek.