TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan rencana kepolisian merekrut jeger atau preman mengawasi kedisiplinan masker berisiko masalah di kemudian hari. Besar kemungkinan para preman itu akan menyalahgunakan kewenangan itu.
"Alih-alih efektif sebagai pamong masker, lebih besar kemungkinan mereka menyalahgunakan 'kewenangan'. Ujung-ujungnya, polisi--selaku perekrut jeger--yang rugi akibat tererosinya kepercayaan masyarakat," ujar Reza dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 13 September 2020.
Daripada memanfaatkan para preman, Reza menyarankan polisi bekerja lebih ekstra dalam mengawasi masyarakat. Walaupun, tugas tersebut menambah berat kerja polisi sebagai pamong masyarakat.
"Pokoknya, polisi harus hadir. Itulah ekspektasi bahkan tuntutan yang--kalau mau jujur--kurang manusiawi juga," kata dia.
Sebelumnya, Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono mengatakan 'jeger pasar' dapat dilibatkan dalam penerapan disiplin pemakaian masker di masyarakat. Hal ini mengingat polisi akan melaksanakan Operasi Yustisi pemakaian masker di masyarakat.
Baca juga: Tolak Rencana Pasar Diawasi Preman, IKAPPI: Lebih Baik Pramuka
"Kami juga berharap penegak disiplin internal di klaster-klaster pasar, di situ kan ada jeger-jegernya. Kami harapkan menerapkan disiplin masker," kata Gatot di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 10 September 2020.
Sebelum direkrut, Gatot meminta para preman itu diarahkan terlebih dahulu oleh anggota polisi dan TNI agar proses pendisiplinan penggunaan masker dapat berjalan humanis.
"Kalau tidak mampu pendisiplinan itu, maka nanti akan kami lakukan dengan Operasi Yustisi," kata Gatot.
Pada Jumat lalu, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana meresmikan Tim Penegak pemakaian masker yang terdiri dari 18 organisasi masyarakat (Ormas) di kawasan Tanah Abang. Mereka nantinya diberi kewenangan untuk menindak para pelanggar protokol kesehatan Covid-19.