TEMPO.CO, Jakarta - Polisi masih menunggu laporan korban pelecehan dan pemerasan saat rapid test di Bandara Soekarno-Hatta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, laporan korban diperlukan agar polisi bisa segera melakukan pemeriksaan saksi. Menurut Yusri, polisi sudah menghubungi korban dan saat ini tengah menuju Bali untuk menemuinya.
"Kami harus berangkat kepada pengadunya dulu (untuk pemeriksaan saksi). Tetapi identitasnya sudah dapat, petugas sudah ke Bali dan sudah bertemu dengan pengadu ini," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin, 21 September 2020.
Yusri mengatakan, pihak kepolisian saat ini baru mengetahui kasus tersebut dari media sosial Twitter. Pihak Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta pun sudah berusaha menelusuri kebenaran kasus itu, salah satunya dengan meminta dari pengelola Bandara Soekarno-Hatta dan memeriksa CCTV.
Selain itu PT Kimia Farma Diagnostika, selaku penyedia jasa layanan rapid test di Bandara Soekarno-Hatta, juga telah memberikan klarifikasi ke polisi soal identitas petugasnya yang melakukan pencabulan itu.
"Mudah-mudahan hari ini korban bisa membuat laporan pengaduannya untuk kami bisa mengambil tindak lanjut," kata Yusri.
Utas mengenai dugaan pemerasan disertai pelecehan seksual yang dialami LHI dengan terduga pelaku EDY viral di media sosial pada Kamis, 18 September 2020. Ia bercerita peristiwa itu berawal saat ia menjalani rapid test di Bandara Soekarno-Hatta dan hasilnya reaktif. Sehingga rencana penerbangannya ke Nias terancam batal.
"Habis itu dokternya nanyain, 'kamu jadi mau terbang gak?' Di situ aku bingung kan, hah, kok nanyanya gini. Terus aku jawab 'Lah, emangnya bisa ya, pak? Kan setau saya ya kalo reaktif ga bisa lanjut travel'. Habis itu dokternya bilang 'ya bisa nanti saya ganti datanya'" cuit LHI di akun Twitter pribadinya @listongs. Tempo telah meminta izin mengutip pernyataan ini ke yang bersangkutan.
Usai menyatakan akan mengganti hasil rapid test, oknum dokter EFY kemudian memintanya untuk menjalani tes ulang dengan membayar Rp 150 ribu. Setelah itu, hasil tes keluar dan menyatakan bahwa LHI non-reaktif.
Usai mendapat hasil tes dan akan pergi menuju gerbang keberangkatan, oknum dokter EFY kembali mengejar LHI. Di sini pelaku meminta sejumlah uang sebagai tanda jasa telah membantu korban mengubah hasil tesnya.
Karena sedang buru-buru mengejar penerbangan dan tak ingin persoalan berlanjut, korban mentransfer uang sejumlah Rp 1,4 juta ke EFY. Setelah memberikan uang, ulah kurang ajar oknum dokter itu semakin menjadi.
"Abis itu, si dokter ngedeketin aku, buka masker aku, nyoba untuk cium mulut aku. Di situ aku benar-benar shock, ga bisa ngapa-ngapain, cuma bisa diem, mau ngelawan aja ga bisa saking hancurnya diri aku di dalam," cuit LHI. Tempo sudah meminta izin untuk mengutip cuitannya yang viral tersebut.
Akibat peristiwa itu, LHI mengaku mengalami guncangan mental. Kasat Reskrim Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta AKP Alexander Yurikho mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kasus itu. Ia juga meminta agar korban LHI segera membuat laporan.