TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB ketat di DKI Jakarta sudah berlangsung satu pekan. Meski demikian, masyarakat merasa PSBB saat ini masih longgar sehingga terdapat berbagai pelanggaran.
Excel, seorang pemilik kedai kopi di Cengkareng Barat, Jakarta Barat mengatakan PSBB yang telah ditetapkan sejak 14 September 2020 belum efektif.
Sebab, ia melihat masih ada kafe dan tempat makan yang mengijinkan makan di tempat. Excel melihat kafe dan tempat makan yang mengizinkan makan di tempat itu berada di sekitar kedai yang dikelolanya.
Padahal, dia mengatakan sudah tak mengizinkan lagi ada makan di tempat di kedainya.
“Kalau kami sudah bersih gak ada dine in, tapi di sekitar kami masih banyak yang sedia makan di tempat. Bahkan, malam minggu kemarin ada yang live music,” kata Excel ketika dihubungi Tempo, Senin, 21 September 2020.
Ia juga sepakat dengan pelaksanaan operasi yustisi yang berisikan 6.800 personel dan melibatkan Tentara Nasional Indonesia atau TNI. Namun, ia memberi catatan ihwal kedisiplinan penegakan. “Kemarin ada dua kali sidak di daerah sini, tapi tetap aja ada yang bisa dine-in bahkan sampai live music,” kata dia.
Hal serupa juga diungkapkan Aan Ihsan, Disc Jockey yang berdomisili dan biasa pentas di Jakarta.
Menurutnya seminggu PSBB ini tidak efektif, jika dibanding PSBB awal. PSBB kali ini, kata dia, jauh lebih longgar. “Orang udah mulai berani, bawaan dari new normal. Udah tak seketat dulu dan gak berasa PSBB-nya,” kata dia.
Ia juga sepakat dengan pelaksanaan Operasi Yustisi. Menurutnya, ekonomi tidak akan membaik kalau penyebaran Covid-19 tidak dikendalikan. “Saya berharap cepat selesai, venue kembali buka. Namun itu gak akan tercapai kalau Corona gak teratasi,” kata dia.
Ia bercerita, dia sempat kembali nge-DJ ketika masa transisi atau new normal dan menggelar beberapa konser virtual. Namun, pendapatannya tidaklah seberapa dibanding sebelum Covid-19. “Venue gak bisa selling (penjualan) karena mereka juga kacrut (anjlok). Selain itu daya beli masyarakat juga lagi turun,” kata dia.
Berbeda dari Aan dan Excel, Ais mahasiswa yang berdomisili di Jakarta Timur tidak sepakat dengan pelibatan TNI dalam operasi Yustisi. Ia khawatir pelibatan TNI justru akan menimbulkan susana mencekam di masyarakat. “Kayaknya gak perlu ngelibatin TNI, Pol-PP aja cukup. Khawatirnya masyarakat takut,” kata dia.
Selain itu, terkait penanganan Covid-19, ia berharap pemerintah lebih gencar melakukan swab test ke masyarakat yang secara ekonomi lemah.“Walaupun misalnya angkanya akan naik, yang penting pemerintah tau fakta di lapangan. Setelah itu penanganan di aspek lain baru mengikuti,” kata dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI, Anies Baswedan menarik rem darurat dan mengembalikan Jakarta ke PSBB ketat mulai Senin 14 September 2020 hingga 29 September 2020. Selain itu, pada 19 September 2020 Anies meneken Pergub 79 tahun 2020 tentang disiplin dan penerapan protokol kesehatan yang nantinya menjadi dasar hukum Operasi Yustisi.
RAFFI ABIYU