TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan tingkat polusi udara di perkotaan, tak terkecuali Jakarta, meningkat seiring dengan bertumbuhnya ekonomi. Menurut dia, kandungan partikulat Ibu Kota telah melampaui standar nasional ataupun World Health Organization (WHO).
"Polusi di Jakarta khususnya kandungan partikulat yang membahayakan kesehatan kita telah melampaui panduan yang ditetapkan WHO dan standar naisonal," kata dia dalam sambutannya pada peluncuran virtual dokumen kerja sama DKI dengan Bloomberg Philanthropies, Rabu, 23 September 2020.
Baca Juga:
Para pakar, tutur dia, memprediksikan 5,5 juta kasus infeksi saluran pernapasan setiap tahunnya di Jakarta disebabkan karena polusi udara. Biaya kesehatannya diperkirakan Rp 60,8 triliun.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga mencatat jumlah hari tidak sehat dalam indeks standar kualitas udara dalam lima tahun terakhir meningkat. Pada 2015 terdapat 64 hari berkategori tak sehat. Angka itu naik menjadi 183 hari pada 2019.
Walau begitu, Anies memaparkan, Jakarta bisa tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi sekaligus menekan angka pencemaran udara. Dia berujar, pemerintah DKI telah menetapkan tujuh upaya meningkatkan kualitas udara dengan terbitnya Instruksi Gubernur DKI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
"Pada akhirnya perekonomian dan ekologi akan berasal dari akar yang sama dan kami harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan perlindungan ekologi bisa dilakukan secara bersamaan," jelas dia.
Hari ini pemerintah DKI dan Bloomberg Philanthropies meluncurkan dokumen Untuk Udara Bersih Jakarta berisikan rencana mewujudkan udara bersih di Ibu Kota. Anies berujar kerja sama tersebut fokus pada peningkatan kualitas udara dalam dua tahun ke depan.