TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) mengidentifikasi delapan sumber polusi udara Jakarta dengan parameter partikulat PM 2.5. Penelitian dilakukan di tiga titik pada Oktober 2018-Maret 2019 saat musim penghujan dan berlanjut Juli-September 2019 ketika kemarau.
"Polusi di Jakarta khususnya kandungan partikulat yang membahayakan kesehatan kita telah melampaui panduan yang ditetapkan WHO dan standar nasional," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam sambutannya secara virtual, Rabu, 23 September 2020.
Menurut ITB, sumber pencemaran tertinggi berasal dari asap knalpot kendaraan dengan persentase 32-41 persen di musim penghujan dan 42-57 persen saat kemarau. Selanjutnya, aerosol sekunder (6-16 persen penghujan dan 1-7 persen kemarau), serta 14 persen pembakaran batu bara di musim hujan.
Keempat, 13 persen aktivitas konstruksi pada penghujan. Kelima, pembakaran terbuka biomasa dan bahan bakar (11 persen penghujan dan 9 persen kemarau). Keenam, debu jalan beraspal (1-6 persen penghujan dan 9 persen kemarau).
Ketujuh, partikel tanah tersuspensi (10-18 persen kemarau). Kedelapan, garam laut (1-10 persen penghujan dan 19-22 persen kemarau).
Peneliti ITB mengumpulkan sampel PM 2.5 di Gelora Bung Karno (GBK), kawasan Kebon Jeruk, dan Lubang Buaya sepanjang Oktober 2018-Maret 2019 dan Juli-September 2019.
Penelitian ini mendapatkan pendanaan dari Bloomberg Philanthropies dan Climate Works Foundation dengan mitra pelaksana Vital Strategies. Hari ini Pemerintah DKI dan Bloomberg Philanthropies meluncurkan dokumen Untuk Udara Bersih Jakarta berisikan rencana mewujudkan udara bersih di Ibu Kota.
Dokumen memuat upaya mengurangi polusi udara Jakarta dan rekomendasi kebijakan yang mengacu pada data ilmiah. “Kerja sama berfokus pada peningkatan kualitas udara dalam dua tahun ke depan,” kata Anies
Kerja sama ini juga menghasilkan peluncuran jakarta.cleanair.id sebagai akses informasi berbasis bukti soal sumber, dampak, dan solusi polusi udara.