TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya kembali menggerebek klinik aborsi ilegal di kawasan Jakarta Pusat. Kali ini klinik yang digerebek terdapat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat pada Rabu, 9 September 2020.
Pada 3 Agustus lalu, kasus serupa juga diungkap di kawasan Jakarta Pusat, tepatnya di Klinik dr. SWS, Jalan Raden Saleh.
"Daerah Jakarta Pusat ini memang dijadikan tempat praktik aborsi," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus saat konferensi pers di kantornya pada Rabu, 23 September 2020.
Dari klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, polisi menangkap 10 tersangka yang memiliki peran berbeda-beda. Mereka adalah LA, 52 Tahun sebagai pemilik klinik; DK (30) dokter penindakan aborsi; NA (30) bagian registrasi pasien dan kasir; MM (38) melakukan USG; YA (51) membantu dokter melakukan tindakan aborsi; RA (52) penjaga pintu klinik; LL (50) membantu dokter di ruang tindakan aborsi; ED (28) cleaning service dan jemput pasien; SM (62) melayani pasien; dan terakhir RS (25) sebagai pasien aborsi di klinik itu.
Yusri mengatakan, klinik ini beroperasi sejak 2017. Namun pada medio 2002 hingga 2004, klinik sempat menjalankan bisnisnya di daerah Raden Saleh, Jakarta Pusat. Menurut Yusri, sejak 2017, klinik tersebut buka setiap hari, kecuali Minggu dan libur nasional.
"Diperkirakan terdapat 32.760 janin yang digugurkan di klinik ini sejak 2017," kata Yusri.
Menurut Yusri, klinik rata-rata menerima 5 sampai 10 orang pasien per hari. Biaya aborsi di sana bervariasi antara Rp 2,5-5 juta tergantung usia kandungan. Yusri memperkirakan, klinik tersebut meraup keuntungan antara Rp 10 - 15 juta per harinya.
"Kalau perkiraan keuntungan dihitung dari bulan Maret tahun 2017, sekitar Rp 10 miliar," ujar Yusri.
Menurut Yusri, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.