TEMPO.CO, Jakarta -Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyatakan pihaknya sedang memeriksa PT Kimia Farma dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai saksi dalam kasus pemerasan dan pelecehan seksual di Bandara Soekarno-Hatta.
Dia menyampaikan hal tersebut hari ini, Kamis, 24 September 2020.
“Hari ini kita jadwalkan memeriksa penanggung jawab rapid test di Terminal 3 bandara, dalam hal ini PT Kimia Farma Diagnostika. Kemudian kita juga akan memeriksa dari IDI,” kata Yusri saat ditemui di kantornya.
Menurutnya, pemanggilan IDI guna memastikan apakah tersangka EF memang seorang dokter atau petugas kesehatan. Ia menilai fakta tersebut hingga saat ini masih simpang siur. “Karena itu kami mau memeriksa IDI,” jelasnya.
Baca juga: Pelecehan Seksual Rapid Test di Bandara Soekarno-Hatta, Pelaku Dijerat Pasal Berlapis
Mengenai keberadaan tersangka, hingga hari ini polisi menyatakan masih mengejar EF. Menurut Yusri pihaknya sudah mengecek ke kos dan rumah keluarga tersangka, namun hasilnya nihil. Meski begitu, menurutnya EF belum berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). “Mudah-mudahan yang bersangkutan bisa mempertanggungjawabkan untuk hadir ke Polres, itu harapan kami,” tambah Yusri.
Nama EF pertama kali mencuat lewat utas Twitter korbannya, LHI yang berjudul “Pemerasan dan Pelecehan Seksual Oleh Dokter Rapid Test di Bandara Soekarno-Hatta, Terminal 3”. Utas tersebut mendetailkan tentang kejadian yang ia alami, juga berisi bukti pemerasan lewat transfer rekening bank daring.
Kasus bermula dari korban yang hendak berangkat dari Jakarta menuju Nias dan mengikuti rapid test di bandara sebagai kelengkapan penerbangan. Hasil yang reaktif membuat petugas, EFY menyatakan hendak membantu mengubah menjadi non-reaktif. Sempat kebingungan, LHI akhirnya menerima hasil rapid test non-reaktif dan bergegas menuju gerbang keberangkatan. Belakangan diketahui lewat pendalaman polisi, bahwa LHI memang memiliki hasil yang non-reaktif.
Namun, EFY mengejarnya dan meminta sejumlah uang karena telah membantu mengubah hasil tes. Tak ingin persoalan berlanjut, LHI mentransfer uang Rp 1,4 juta kepada EFY.
"Abis itu, si dokter ngedeketin aku, buka masker aku, nyoba untuk cium mulut aku. Di situ aku benar-benar shock, ga bisa ngapa-ngapain, cuma bisa diem, mau ngelawan aja ga bisa saking hancurnya diri aku di dalam," tulis LHI. Tempo sudah meminta izin kepada korban untuk mengutip cuitan itu.
WINTANG WARASTRI l DA