TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz meminta detail rincian aset DKI berupa lahan seluas 1.500 hektare yang belum diserahkan pengembang ke Pemerintah DKI.
"Kami juga belum tahu detailnya lahan itu. Kami perlu klarifikasi detailnya," kata Abdul melalui pesan singkatnya, Kamis, 24 September 2020.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginstruksikan jajarannya untuk mengejar aset lahan milik pemerintah seluas 1.500 hektare lahan yang belum diserahkanterimakan berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perintah tersebut tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta nomor 52 tahun 2020 tentang Percepatan Peningkatan Sistem Pengendalian Banjir di Era Perubahan Iklim.
Salah satu diktum Ingub tersebut memerintahkan aparat wilayah (wali kota/bupati, camat dan lurah), Dinas Bina Marga, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, Dinas Sumber Daya Air dan Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup menyelesaikan proses serah terima 15,5 juta meter persegi kewajiban masyarakat pemegang izin yang tertunggak sesuai laporan BPK. Lahan itu terdiri dari waduk, ruang terbuka hijau, marka jalan dan drainase dengan target Desember 2021.
Komisi B DPRD DKI sudah lama menyoroti pencatatan aset milik DKI yang masih amburadul. Abdul mengatakan komisinya meminta Pemerintah DKI mencatat ulang aset daerah terutama kepemilikan lahan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Baca juga: Ingatkan Anies Baswedan, DPRD: Jangan Pelit Keluarkan Anggaran Banjir
"Kami melihat sebenarnya potensi aset BUMD nilainya melebihi dari yang dilaporkan ke DPRD," kata Aziz pada awal Agustus lalu.
Pada rapat pembahasan pertanggungjawaban APBD DKI 2019 hari ini, seluruh BUMD hanya memberikan data abstrak aset mereka. DPRD meminta seluruh BUMD memberikan data detail mereka yang sudah diaudit. "Karena kami ingin tahu lebih detailnya."
Menurut dia, banyak aset tanah milik BUMD tidak sesuai dengan potensi nilai saat ini. Sebab aset tanah tersebut masih menggunakan nilai jual pada 10-20 tahun lalu. Padahal harga tanah hampir setiap tahun naik. "Kalau harga tanah sekarang dengan 20 tahun lalu perbedaannya berapa harganya. Tapi masih dicatat dengan data lama."
Buruknya pencatatan aset DKI ini berpotensi merugikan Pemprov DKI Jakarta. Sebab, banyak aset yang akhirnya diklaim kepemilikannya oleh orang lain. "Kasus seperti ini saya banyak mendengarnya. Makanya kami minta data terbaru dan hasil audit," ucapnya. "Harus ada reevaluasi aset BUMD."