TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka penipuan dan pelecehan seksual saat rapid test di Bandara Soekarno-Hatta, EFY, mengaku kabur ke kampung halamannya di Balige, Samosir Toba, Sumatera Utara, seusai melihat utas mengenai perbuatannya viral di media sosial Twitter. "Ia mengaku mengetahui cuitan itu dan kabur dengan naik kendaraan umum menuju Sumatera Utara," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 25 September 2020.
EFY bersembunyi bersama anak dan istrinya. Ia kemudian diciduk polisi pada pukul 03.30 dan tak melawan. "Saat ini EFY masih dalam perjalanan menuju Jakarta," kata Yusri.
Polisi telah menetapkan EFY sebagai tersangka dan menjeratnya dengan pasal berlapis. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Akhmad Alexander Yurikho mengatakan tersangka dijerat pasal 289 KUHPidana dan atau 294 KUHPidana dan atau 368 KUHPidana dan atau 378 KUHPidana. "Dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara," ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis 24 September 2020.
Pengenaan pasal pemerasan dan pelecehan seksual kepada tersangka itu, menurut Yurikho, berdasarkan fakta hukum dan alat bukti yang didapatkan dari proses penyidikan. Yurikho mengakui alat bukti di antaranya bukti transfer uang dan rekaman CCTV.
Penyidik sedang mengkonfirmasi status EFY seorang dokter atau bukan kepada tempat kerja tersangka dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Kasus ini berawal saat EFY menyatakan hasil tes cepat seorang penumpang pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, LHI, reaktif. Ia meminta LHI menjalani rapid test lagi dan menyatakan hasil tesnya negatif.
EFY meminta imbalan uang untuk hasil tes itu agar ia bisa segera melanjutkan perjalanannya ke Nias. LHI juga menyatakan EFY berusaha menciumnya.
Di Nias, rapid test LHI menunjukkan nonreaktif. Ulah EFY diketahui khalayak setelah LHI menceritakan pengalamannya di media sosial dan viral.
PT Kimia Farma Diagnostik, perusahaan penyedia layanan rapid test untuk Bandara Soekarno Hatta, tempat kerja EFY, melaporkan masalah ini ke kepolisian. Pengelola Bandara, PT Angkasa Pura II mendukung pelaporan Kimia Farma dengan membuka rekaman CCTV untuk penyidikan.