TEMPO.CO, Jakarta -Hasil rapid test pertama yang dijalani oleh seorang penumpang pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, inisial LHI ternyata non-reaktif.
Walau hasilnya non-reaktif, Eko Firstson Yuswardinata selaku tenaga medis yang memfasilitasi tes, menyatakan LHI reaktif sehingga tidak diizinkan terbang.
"Di situlah tersangka menawarkan kepada korban bahwa kalau mau hasilnya jadi non-reaktif bisa dibuat," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Senin, 28 September 2020.
Yusri mengatakan, Eko lantas melakukan rapid test yang kedua kalinya kepada korban. Pada tes yang kedua itu, Eko menyatakan LHI non-reaktif Covid-19. Atas jasanya itu, dia meminta sejumlah uang kepada LHI.
Baca juga : Tersangka Pelecehan Seksual Saat Rapid Test di Bandara Mengaku Baru Sekali Beraksi, tatpi...
"Awalnya korban hanya punya uang tunai Rp 1 juta, tapi tersangka minta lebih sebesar Rp 1,4 juta. Sehingga transaksi dilakukan melalui m-banking," kata dia.
Informasi penipuan ini diketahui melalui investigasi internal PT Kimia Farma Diagnostika, selaku perusahaan yang melayani rapid test di Bandara Soekarno-Hatta. Menurut Yusri, penumpang yang melakukan rapid test di bandara pada Ahad, 13 September 2020 harusnya berjumlah 313 orang. Namun setelah diperiksa oleh Kimia Farma, terdapat tambahan menjadi 314 orang.
Dari pemeriksaan itu diketahui bahwa LHI melakukan tes sebanyak dua kali. Dari catatan Kimia Farma, semua orang yang melakukan rapid test di Bandara Soekarno-Hatta pada hari itu menunjukkan hasil non-reaktif.
"Sehingga kita arahkan yang bersangkutan ini ke pasal penipuan," ujar Yusri.
Yusri mengatakan, atas perbuatan penipuan itu, Eko dijerat dengan Pasal 368 dan atau 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, kata Yusri, Eko juga dijerat dengan Pasal 289 dan atau Pasal 294 KUHP untuk perbuatan pencabulan terhadap LHI.