TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan polisi akan menempatkan tim khusus untuk mengawasi jalannya rapid test kepada penumpang di Bandar Soekarno Hatta. Hal ini untuk mencegah tindakan penipuan terhadap hasil rapid test yang terjadi beberapa waktu lalu terulang.
"Kami sudah berkoordinasi sebenarnya (dengan pihak Bandara Soetta), secara terpadu memang ada tim pengamanan yang khusus di sana," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Selasa, 29 September 2020.
Baca Juga: Tersangka Pencabulan Rapid Test di Bandara Jalani Tes Kejiwaan
Selain dengan pihak Bandara Soetta, Yusri menjelaskan pihaknya juga berkoordinasi dengan penyedia jasa layanan rapid test di Bandara seperti salah satunya Kimia Farma. Tim khusus itu akan mengawasi agar tak ada oknum tim kesehatan yang merekayasa hasil rapid test. "Hal ini untuk menghindari kejadian serupa," kata dia.
Kasus rekayasa hasil rapid test di Bandara Soekarno-Hatta berawal saat seorang oknum tenaga kesehatan bernama Eko Firstson Yuswardinata merekayasa hasil tes cepat seorang penumpang pesawat berinisial LHI reaktif. Pada tes pertama, LHI dinyatakan reaktif virus Covid-19. Ia kemudian ditawarkan Eko tes ulang dengan membayar Rp 1,4 juta dan hasilnya akan menjadi nonreaktif.
Usai membayar, Eko menepati janjinya tersebut. Namun tak sampai di situ, ia juga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap LHI. Kasus ini viral setelah korban menceritakan pengalaman tak menyenangkan itu di Twitter.
Polisi pun menangkap Eko pada Jumat, 25 September 2020 di Balige, Samosir Toba, Sumatera Utara. Ia diciduk di sebuah kamar indekos bersama istri dan anaknya.
Penangkapan Eko dilakukan setelah polisi telah menetapkannya sebagai tersangka dan menjeratnya dengan pasal berlapis. Kasat Reskrim Polres Bandara Soetta Komisaris Alexander Yurikho mengatakan tersangka dijerat pasal 289 KUHPidana dan atau 294 KUHPidana tentang asusila dan perbuatan cabul, dan atau 368 KUHPidana tentang ancaman disertai kekerasan dan atau 378 KUHPidana tentang penipuan. "Dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara," ujar Alex.
Pengenaan pasal penipuan dan pelecehan seksual kepada tersangka itu, menurut Yurikho, berdasarkan fakta hukum dan alat bukti yang didapatkan dari proses penyidikan. Yurikho mengakui alat bukti diantaranya bukti transfer uang dan rekaman CCTV.