TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi E Bidang Kesra DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad mengkritik pengendalian ketat di rukun warga (RW) zona merah Covid-19 tidak efektif. Sebab, isolasi hanya diterapkan di satu RW yang tingkat infeksi virusnya tinggi. Padahal, Idris melanjutkan, penyebaran virus corona tidak mengenal batas wilayah administratif.
"Buktinya jelas bahwa memang pengetatan di tingkat RW ini tidak akan efektif, karena pola pergerakan manusia atau warga itu tidak bisa dikontrol," kata dia saat dihubungi, Selasa, 29 September 2020.
Idris mengutarakan, antar RW dalam lingkup kelurahan yang sama saling berkaitan. Misalnya, dalam konteks ekonomi. Menurut dia, belum tentu di satu RW sudah tersedia fasilitas atau tempat publik, seperti pasar. Hal inilah yang membuat mobilitas warga ke RW lain untuk belanja jadi tinggi.
Menurut anggota DPRD DKI itu, pengetatan tingkat RW bakal efektif jika isolasi dilakukan secara serentak pada satu kelurahan. Artinya, pengetatan tidak hanya berlaku di RW zona merah, melainkan seluruh RW dalam satu kelurahan.
Baca juga: Tingkat Kematian Pasien Covid-19 di Jakarta 2,3 Persen
Jika tidak, "Nanti yang RW sini selesai, (RW) di sana nambah. Jadi cuma pindah-pindah aja," ucap politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini.
Pemerintah DKI Jakarta mencatat 40 RW zona merah masuk dalam penerapan Wilayah Pengendalian Ketat (WPK) per 20 September 2020. Jumlah ini naik dari data sebelumnya pada 4 September, yaitu 39 RW. Arti zona merah adalah kecepatan tingkat infeksi Covid-19 di RW tersebut tinggi.
Pemerintah DKI mulai mendata RW zona merah pada Juni 2020 berbarengan dengan penerapan PSBB transisi. Maksudnya agar penularan Covid-19 bisa terkendali di tengah pelonggaran PSBB. Angka RW zona merah ini fluktuatif dengan titik yang berubah-ubah.