TEMPO.CO, Jakarta- Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyampaikan enam pandangan terkait Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda Penanggulangan Pandemi Covid-19 di Ibu Kota.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra Sastroamidojo, berharap raperda itu dapat menjadi dasar hukum untuk mengatur hak dan kewajiban pemerintah maupun masyarakat dalam mengatasi pandemi.
Baca Juga: Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Rapat Paripurna Raperda Penanggulangan Covid-19
“Hendaknya raperda ini dirumuskan secara hati-hati dan bijaksana agar menjadi instrumen untuk mencapai tujuan baik,” ujar dia dalam rapat paripurna pembahasan raperda penanggulangan Covid-19 di Gedung DPRD DKI Jakarta pada Rabu, 30 September 2020.
Poin pertama, kata Anggara adalah insentif tenaga media dan pendukung. Ia menyebut PSI mendorong agar kewajiban memberikan insentif kepada tenaga medis dan pendukung dengan tepat waktu serta dengan jumlah yang sesuai dapat dimasukkan ke dalam raperda penanggulangan Covid-19.
Selanjutnya Fraksi PSI meminta raperda tersebut juga mengatur kewajiban Pemprov DKI Jakarta untuk berkoordinasi dan berkonsultasi dengan DPRD dalam penanggulangan Covid-19. Misalnya perubahan alokasi anggaran, penggunaan APBD dalam penanganan Covid-19, optimalisasi belanja tak terduga, penggunaan dana cadangan daerah, serta pendanaan alternatif untuk pemulihan ekonomi daerah.
Poin ketiga adalah indikator Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baik yang diperketat maupun transisi. Anggara meminta Pemprov untuk melengkapi Pasal 19 dan 20 dalam raperda tentang pemberlakuan kedua pembatasan itu dengan indikator yang jelas dan terukur. Indikator, kata dia, dapat menggunakan parameter rujukan seperti persentase positif atau positivity rate, kapasitas rumah sakit, rasio pelacakan, serta indikator kesehatan lainnya.
“Masyarakat pun dapat turut mengawasi indikator tersebut. Selain itu, bagi masyarakat yang mempunyi usaha, indikator itu dapat menjadi pertimbangan untuk menyesuaikan strategi usaha mereka,” tutur Anggara.
Poin selanjutnya berkaitan dengan pemulihan ekonomi. PSI meminta Pemprov melengkapi beberapa definisi terkait rencana pemulihan ekonomi serta perlindungan dan jaminan sosial. Dalam raperda, menurut Anggara, Pemprov DKI tak menjelaskan bentuk maupun arti dari rehabilitasi, perlindungan, dan pemberdayaan sosial.
“Diharapkan bahwa tidak ada lagi kerancuan mengenai banduan apa saja yang akan diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada masyarakat,” ucap Anggara.
Pada poin selanjutnya, PSI meminta Pemprov mempertimbangkan perihal pengawasan pergerakan masyarakat antar daerah dalam raperda tersebut secara komprehensif dan jelas. Hal itu, menurut Anggara, harus dikoordinasikan dengan pemerintah pusat maupun daerah penyangga di sekitar Jakarta. “Mengingat kegiatan tes, lacak, dan isolasi adalah junci untuk mengurangi laju penularan Covid-19,” tutur dia.
Terakhir, PSI menilai perlu ada subbab khusus dalam raperda penanggulangan Covid-19 terkaig peran serta masyarakat. Raperda itu dalat memberikan kewenangan kepada RT/RW, karang taruna, FKDM, serta kader masyarakat untuk berperan aktif dalam pengendalian Covid-19.
Subbab tersebut, kata Anggara, dapat memberi ruang agar terbentuknya pendamping sampai tingkat RW sebagai upaya membudayakan hidup sehat. Adapun peran aktif yang diharapkan dilakukan masyarakat meliputi promosi kesehatan dan protokol Covid-19, pengawasan penegakan protokol kesehatan, serta pelaporan kasus pelanggaran.