TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD tentang Jakarta juara penularan Covid-19 meski tidak ada pilkada dianggap sebagai bentuk pembelaan agar Pilkada 2020 tetap berjalan.
Dosen komunikasi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyebut Mahfud hendak membangun opini bahwa ada pilkada atau tidak, kasus Covid-19 tetap bertambah.
"Pak Mahfud ingin membuat satu alibi, pilkada tidak pilkada ya covid tetap naik, karena kan selama ini kalau pilkada lanjut, pemerintah di-bully seakan-akan melahirkan klaster baru," kata dia saat dihubungi, Minggu, 4 Oktober 2020.
Pada Jumat lalu, Mahfud mengatakan bahwa Pilkada 2020 tak berpengaruh terhadap angka penularan kasus Covid-19 di suatu daerah. Dia mengambil contoh Ibu Kota DKI Jakarta yang tak menggelar Pilkada 2020 tetapi paling tinggi angka penularan kasusnya.
"Di DKI yang tidak ada pilkada justru angka infeksinya tinggi, selalu menjadi juara satu tertinggi penularannya," kata Mahfud dalam konferensi pers virtual, Jumat, 2 Oktober 2020.
Adi Prayitno mengatakan, dengan mengambil contoh penularan Covid-19 di Jakarta, Mahfud berharap masyarakat tak lagi merundung atau membully pemerintah yang bersikeras menyelenggarakan pilkada 2020.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan Mahfud seharusnya tidak menggeneralisasi Jakarta dengan daerah lain. Menurut Adi, aktivitas warga di Jakarta akan selalu ramai meskipun tidak ada pilkada. Hal ini mengingat aktivitas ekonomi, politik, dan lainnya memang terpusat di Ibu Kota.
Baca juga: Epidemiolog Sebut Sulit Redam Penularan Covid-19 di DKI Jakarta, Kenapa?
"Artinya Jakarta sebagai sentrum pemerintahan, ekonomi, dan administrasi, ada atau tidak ada pilkada pasti sebaran coronanya akan banyak," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu. "Saya kira tidak apple to apple menjadikan Jakarta sebagai contoh penyebaran corona."
Dalam konferensi persnya, Mahfud MD juga mengatakan sejumlah daerah yang menggelar Pilkada 2020 justru turun status dari zona merah Covid-19.