TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menilai pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD tentang Jakarta juara penularan Covid-19 meski tidak ada pemilihan kepala daerah atau Pilkada sebagai bentuk ketidakmengertian pejabat pemerintah menangani pandemi Covid-19. "Pernyataan pejabat seperti itu karena ketidakmengertian menangani kasus ini. Mereka hanya ingin membela bahwa Pilkada harus tetap berjalan," kata Pandu saat dihubungi, Sabtu, 3 Oktober 2020.
Menurut Pandu, penularan wabah di Jakarta sulit ditekan karena pemerintah pusat takut melakukan pembatasan sosial berskala besar. Pemerintah terlihat masih lebih mementingkan perekonomian dan hajat politik ketimbang kesehatan rakyatnya.
Selama tidak melakukan pembatasan ketat, kata Pandu, kasus penularan virus Corona di Jakarta maupun wilayah lainnya sulit diturunkan. Menurut dia, pembatasan sosial yang telah dilakukan pemerintah DKI Jakarta baru bisa memperlambat penularan kasus. "Belum menurun. Baru melambat saja, penularannya tidak seperti saat masa transisi." Sebab, pembatasan yang dilakukan masih mengizinkan perkantoran dan pusat perbelanjaan untuk buka.
Pandu memperkirakan penularan wabah di Ibu Kota masih terus berpotensi meningkat meski tidak menggelar Pilkada karena Jakarta merupakan kawasan ekonomi yang saling terkait dengan daerah lain. "Bahkan imbas Pilkada juga akan terasa ke Jakarta kenaikan kasusnya."
Pandu yakin penyelenggaraan Pilkada Desember nanti bakal membuat penularan Covid-19 semakin tinggi dan tak terkendali. Selama Pilkada, para peserta bakal menggalang masa dan berpotensi terjadi kerumunan. "Pilkada prinsipnya menggalang masa, tak mungkin tidak ada pelanggaran kerumunan."
Selain penularan kasus yang meningkat, Pandu memprediksi angka kematian bakal terus melonjak. "Lihat saja nanti. Paslon (pasangan calon kepala daerah) saja sudah ada yang meninggal karena Covid-19. Harusnya faktor kesehatan masyarakat di atas segalanya dari pada kepentingan politik," ujarnya.