TEMPO.CO, Jakarta - Polri dan TNI melakukan patroli ke titik-titik tempat berkumpulnya massa yang akan berangkat ke Jakarta untuk menolak omnibus law Cipta Kerja.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan polisi dan TNI akan membubarkan para buruh yang akan melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
"Kami patroli, kalau melihat mereka kumpul-kumpul, kami imbau kembali," kata Yusri saat dihubungi, Selasa, 6 Oktober 2020.
Kepada para pendemo, polisi menjelaskan bahwa Ibu Kota sedang dalam PSBB dan tak diizinkan adanya kerumunan massa. Yusri mengatakan Polda Metro Jaya pun tidak akan mengeluarkan surat izin keramaian (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) untuk demo buruh selama pandemi Covid-19.
Saat diimbau untuk membubarkan diri, para buruh diingatkan bahwa kerumunan massa dapat berpotensi menjadi kluster baru penularan Covid-19. "Suasana begini jangan sampai jadi kluster, unjuk rasa ini jangan jadi klaster baru," kata Yusri.
Pelarangan aksi demo oleh Polda Metro Jaya ini merupakan tindak lanjut dari surat Telegram Rahasia (TR) Kapolri Jenderal Idham Azis. Dalam TR bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020, Idham melarang adanya aksi unjuk rasa di tengah pandemi virus Covid-19.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan berbagai serikat buruh akan tetap menggelar aksi mogok nasional sepanjang tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020. Hal ini menanggapi disahkannya omnibus law RUU Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin, 5 Oktober 2020.
Said menyatakan mogok dilakukan berdasarkan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 tentang fungsi serikat pekerja yang termasuk merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
Lebih lanjut, ia menambahkan dasar hukum aksi ini yaitu UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.