TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan pengetatan pembatasan sosial atau PSBB menjadi solusi yang paling tepat dalam menekan penularan Covid-19. Bahkan Pemerintah DKI seharusnya menerapkan pembatasan sosial total seperti awal April lalu untuk menekan penularan wabah pada PSBB ketat jilid II sejak 14 September lalu.
"Pengetatan kemarin itu justru harus seperti pertama dengan menerapkan PSBB total. Tapi tidak bisa karena tekanan pemerintah pusat," kata Pandu saat dihubungi, Ahad, 11 Oktober 2020.
Pandu mengatakan pembatasan sosial jilid II tidak terlalu efektif karena pemerintah tidak melakukannya dengan total. Sehingga banyak masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan.
Menurut Pandu, Pemerintah DKI tidak bisa menerapkan pembatasan sosial secara maksimal karena pemerintah pusat lebih mementingkan pemulihan ekonomi. "Ada tekanan dari Erlangga (Menko Perekonomian) dan kawan-kawannya yang tidak mengerti pandemi. Mereka hanya memahami ekonomi."
Pengusaha yang tidak mengerti kebijakan mengatasi wabah ikut bicara soal pandemi dan mengirim surat ke Presiden Joko Widodo, untuk kegiatan usahanya. "Mungkin dia minta balas budi, mungkin pernah mendukung pemerintah pusat."
Budi Hartono, pemilik Grup Djarum yang juga orang terkaya di Indonesia diketahui telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Di dalam surat itu, ia menanggapi rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang akan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), 14 September 2020.
Pandu melihat komunikasi antara pemerintah daerah dan pusat saat ini semakin memburuk karena persoalan itu. Pemerintah pusat tidak mempunyai kebijakan yang matang untuk menanggulangi wabah ini karena semuanya berfokus pada pemulihan ekonomi.
"Katanya seimbang, itu bohong.” Menurut dia, kesehatan masyarakat tidak diutamakan. “Ekonomi yang diutamakan dan semua orang bisa menilai itu."
Menurut Pandu, kebijakan Pemerintah DKI dalam mengambil pembatasan sosial telah mengikuti aturan yang ditentukan pemerintah pusat. Namun kenyataannya setelah kebijakan itu diambil pemerintah pusat justru menekan agar DKI melonggarkan kembali pembatasan itu.
"Risiko dilonggarkan lagi akan meningkatkan kasus. Dan ini harus sudah dipersiapkan."
Selain itu, Pandu juga menyorot potensi lonjakan kasus karena demo massa yang menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di berbagai daerah beberapa hari lalu.
Menurut dia, pemerintah menyumbang lonjakan kasus itu karena tidak bisa mengantisipasi potensi kegaduhan. Pemerintah memaksakan membahas dan mengesahkan undang-undang yang ditolak banyak kalangan itu. "Pemerintah tidak mengantisipasi dengan tidak membuat kegiatan yang bisa membuat gaduh.” Pemerintah pusat membuat gaduh dengan UU Cipta Kerja dan informasi yang tidak benar.