TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengingat Pemerintah DKI mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 imbas unjuk rasa warga yang menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di Ibu Kota. "Dalam sepekan ke depan saya perkirakan akan mulai terlihat peningkatannya," kata Tri saat dihubungi, Rabu, 14 Oktober 2020.
Tri menuturkan kasus harian pekan ini yang berkisar 900-1.200 kasus bakal terlampaui hingga 1.500. Meski begitu, menurut Tri, peningkatan kasus tidak sampai kategori berat. "Kalau berat bisa tembus di atas 1.500 kasus per hari pekan depan. Tapi sepertinya naik dengan kategori sedang."
Baca Juga: Jakarta Terapkan PSBB Transisi Lagi Pasca Melambatnya Kasus Covid-19
Selain itu, penambahan kasus karena klaster demo diperkirakan tidak masuk kategori berat karena mayoritas massa yang ikut unjuk rasa menggunakan masker. Menurut dia, penggunaan masker bisa mencegah 70 persen penularan virus. "Tapi tetap harus antisipasi lonjakan kasusnya," ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah terus meningkat 3T, yaitu testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (pengobatan). Namun, klaster demo bakal sulit terlihat langsung karena bakal tersebar. "Klaster ini akan terlihat kalau sudah ada yang bergejala dan ikut dalam unjuk rasa kemarin," ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengungkapkan kekhawatiran muncul klaster Covid-19 terhadap pendemo dan kampus, menyusul aksi demo menolak Undang-Undang atau UU Cipta Kerja di Jakarta.
"Nanti kami akan lihat (untuk tracing) yang jelas saya khawatir, termasuk soal kerumunan ini, karena semua beresiko," kata Anies di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020.
Karena alasan itu juga, usai menemui pendemo untuk menenangkannya, Anies meminta semua demonstran untuk tertib dan pulang ke rumahnya masing-masing.