TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan polisi menembakkan gas air mata ke ambulans berstiker Team Rescue Ambulance Jakarta (TRAI) karena kendaraan itu melarikan diri saat dihentikan. Sementara kendaraan lain yang juga disetop, kata dia, tidak kabur.
"Itu menimbulkan kecurigaan bagi petugas, sementara yang rangkaian motor (juga dihentikan polisi) tidak bergerak, yang rangkaian kedua adalah ambulans lain, juga tidak apa-apa," kata Yusri di Polda Metro Jaya pada Rabu, 14 Oktober 2020.
Baca Juga: Polisi: Ambulans yang Ditembaki Gas Air Mata Diduga Suplai Batu untuk Pendemo
Diketahui satu unit ambulans di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, melarikan diri saat akan diperiksa polisi. Yakni ketika terjadi unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja oleh Persaudaraan Alumni 212, Selasa, 13 Oktober 2020.
Yusri mengatakan di dalam ambulans ada empat orang. Satu di antaranya, yakni inisial N melompat keluar ambulans. Polisi menangkapnya di lokasi. Sementara penumpang ambulans lain ditangkap di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat beserta kendaraan yang sudah ditembaki gas air mata itu.
"Hasil keterangan awal ada dugaan bahwa ambulans itu bukan untuk kesehatan, tapi untuk mengirimkan logistik, dan indikasi batu untuk para pendemo, ini keterangan dari salah satu itu, yang loncat," kata dia.
Ia mengatakan polisi masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap orang-orang yang ditangkap dalam ambulans. Termasuk keterangan dari salah satunya yang mengaku mengirimkan logistik dan batu.
Tempo telah mencoba menelepon dan mengirimkan pesan ke nomor seluler yang tertera pada ambulans TRAI. Namun hingga berita ini dibuat, pesan Tempo belum dijawab dan panggilan telepon belum diangkat.
Demonstrasi pada 13 Oktober 2020 digelar oleh sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK NKRI), seperti Persaudaraan Alumni 212, Front Pembela Islam, dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama. Aksi bertajuk 1310 ini menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 5 Oktober lalu. Aksi tersebut berujung ricuh di sejumlah titik di Jakarta.
M YUSUF MANURUNG