TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan hubungan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan DPRD yang tak harmonis merupakan buntut dari perseteruan Pilkada 2017 yang tidak selesai.
Mayoritas anggota dewan anti terhadap Anies lantaran memang tak mendukung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI 2017. "Makanya begitu banyak kebijakan Anies yang kemudian diprotes, dikomplain, di-bully, dan seterusnya. Ini adalah efek dari konflik politik yang tidak berkesudahan," kata dia saat dihubungi, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Baca Juga: Tiga Tahun Anies Baswedan, Ponten Merah Tangani Banjir dan Transparansi Anggaran
Karena itulah, kebijakan politik Anies berpotensi kerap berseberangan dengan partai oposisi. Adapun Anies hanya didukung dua partai, yaitu Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Namun, Adi menilai, justru rakyat yang bakal dirugikan. Musababnya, pembuatan kebijakan yang memerlukan persetujuan DPRD bisa-bisa mandek. Implementasi kebijakan berkaitan dengan kepentingan publik bakal tidak terealisasi sesuai rencana.
Baca Juga:
"Artinya, Anies secara politik tersandera oleh DPRD, karena dia tidak bisa main sendiri. Karena segala hal yang terkait dengan Jakarta, dia harus komunikasikan dengan DPRD yang mayoritas tidak mendukung dirinya," jelas dia. "Siapa yang dirugikan, ya rakyat lah."
Sebelumnya, Fraksi Partai Golkar DPRD DKI menanggap tidak ada harmonisasi kelembagaan yang baik antara eksekutif dan legislatif Jakarta. Padahal, Ketua Fraksi Basri Baco menilai, kedua lembaga ini harus akur dan sejalan, sehingga rakyat terurus dengan baik. Untuk itu, Basri berujar, perlunya harmonisasi komunikasi politik Anies dengan DPRD.
LANI DIANA | ANTARA