TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta William Sabandar mengungkap kendala pengadaan paket kontrak CP202, CP205, dan CP206 dalam proyek MRT Fase 2. Menurut dia, pandemi Covid-19 menyebabkan risiko tinggi terhadap keseluruhan proyek ini. Minat kontraktor untuk berkontribusi pun jadi minim.
"Selain itu, faktor minimnya keterlibatan dan ketertarikan kontraktor Jepang menyebabkan posisi tawar kontraktor Jepang khususnya untuk paket railway systems dan rolling stock menjadi sangat tinggi,” kata dia dalam keterangan tertulis, Ahad malam, 18 Oktober 2020.
Paket kontrak CP202 merupakan pengerjaan infrastruktur dari Harmoni-Mangga Besar. Sementara CP205 untuk sistem perkeretaapian dan rel, lalu CP206 untuk pengadaan kereta alias rolling stock. Sementara paket CP201 untuk pembangunan terowongan stasiun Bundaran HI sampai Harmoni tengah berjalan dengan progres 8,38 persen.
Karena kendala ini, tutur William, pihaknya membagi dua segmen operasional MRT Fase 2A. Segmen 1 adalah rute Bundaran HI-Harmoni yang rencananya rampung Maret 2025. Segmen kedua dari Harmoni-Kota yang kemungkinan besar operasionalnya mundur ke pertengahan 2027.
MRT Fase 2 terdiri dari Fase 2A (Bundaran HI-Kota) dan Fase 2B dengan melanjutkan lintasan hingga ke depo di Ancol Barat, Jakarta Utara. Total akan ada delapan stasiun bawah tanah dengan panjang 7,8 kilometer.
Menurut William, pengadaan paket CP202 gagal lantaran risiko konstruksi lapangan yang cukup tinggi. Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, lanjut dia, juga menyebabkan peserta lelang meminta waktu penyelesaian proyek lebih panjang.
Namun, pengadaan paket CP205 saja sudah diperpanjang hingga empat kali. Selain masalah Covid-19, dia memaparkan, peserta lelang beralasan kebijakan penggunaan produk komunikasi tertentu tak bisa disediakan kontraktor Jepang.
"Dan yang terbaru peserta lelang melihat adanya resiko interfacing antar pekerjaan paket sipil dan paket sistem perkeretaapian," ucap dia.
Sementara itu, proyek MRT Fase 2 tak bisa dibuka untuk kontraktor dari negara lain. William berujar, peserta lelang wajib dari Jepang. Musababnya, proyek ini dibiayai Japan International Cooperation Agency Official Development Assistance (JICA ODA) Loan dengan skema Special Terms for Economic Partnership (Tied Loan).