TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengupahan DKI Jakarta menjadwalkan pembahasan syarat dan kategori kebijakan upah minimum provinsi atau UMP tahun depan siang ini, 4 November 2020. Pemerintah DKI telah menetapkan upah minimum tahun depan bersifat asimetris atau tidak seragam melihat kondisi perusahaan.
Anggota Dewan Pengupahan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) DKI Jakarta, Dedi Hartono, mengatakan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, serikat pekerja dan asosiasi pengusaha akan merumuskan syarat tiga kategori sistem pengupahan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur nomor 103 tentang upah minimum provinsi 2021. "Salah satu faktor dan syarat perimbangan yang kami akan usulkan adalah audit keuangan dan musyawarah Bipartit antara pengusaha dan dewan karyawan," kata Dedi saat dihubungi, Rabu, 4 November 2020.
Dalam peraturan gubernur itu pemerintah mengatur tiga kategori upah yang diterapkan tahun depan. Pertama, perusahaan yang tidak terdampak wajib menaikan upah. Kedua, perusahaan yang terpukul karena pandemi Covid-19 bisa mengajukan surat untuk tidak menaikkan upah minimum.
Terakhir, perusahaan yang masuk kategori terkena dampak menengah karena Covid-19 bisa menangguhkan kenaikan upah. Penangguhan upah ini, kata dia, punya konsekuensi perusahaan wajib membayar upah yang ditangguhkan setelah kondisi perusahaan normal kembali.
"Konsekuensi penangguhan adalah mengganti.” Jika tidak menjalankan, artinya melanggar kebijakan pemerintah.
Dalam menentukan semua proses ini, kata dia, dewan pengupahan bakal mendorong adanya perundingan Bipartit. Kedua belah pihak, pengusaha dan karyawan, setuju dengan kebijakan yang bakal diambil untuk tidak menaikkan atau menangguhkan upah.
"Kebijakan itu bisa dijalankan jika perusahaan transparan memberikan data audit keuangannya.” Oleh karena itu, Aspek meminta perusahaan buka data itu untuk menentukan keputusan penentuan upah tahun depan.