TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Adminitrasi Jakarta Utara Suroto mengatakan, 210 rumah ibadah mendaftar untuk menjadi pengelola pengumpulan minyak jelantah sekaligus penerima manfaat. Kegiatan ini masuk dalam program Rumah Ibadah Tersenyum yang mengajak masyarakat mengumpulkan minyak jelantah.
Setelah dikumpulkan, minyak diserahkan kepada pengelola lalu diteruskan kepada petugas terkait. Menurut Suroto, program ini sejalan dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan di Jakarta. "Sebelum ada program ini, masyarakat membuang minyak jelantah ke sembarang tempat sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 5 November 2020.
Program Rumah Ibadah Tersenyum diresmikan kemarin, Kamis, 5 November 2020. Program serupa bakal dikembangkan melalui Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Ruang Terpadu Ramah Anak (RPTRA), hingga petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU).
Pemerintah Kota Jakarta Utara bekerja sama dengan Rumah Sosial Kutub dalam menjalankan program tersebut. Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub Suhito mengutarakan, tak ada proses jual-beli minyak jelantah dengan masyarakat.
Pemberian minyak dari warga, yang telah dititipkan ke pengelola rumah ibadah, dianggap sebagai sedekah. Setiap jeriken berisi 18 liter minyak jelantah akan dikonversikan menjadi Rp 100 ribu.
"Minyak jelantah ini kami kirim ke pabrik sebagai bahan baku biodiesel." Dari jumlah itu, Rp 60 ribu diberikan kepada pengelola rumah ibadah dan Rp 40 ribu ke Rumah Sosial Kutub. Uang ini diperuntukkan kesejahteraan rumah ibadah yang ditransfer melalui rekening Bank DKI Syariah.
Rumah Sosial Kutub akan menyalurkan uang kepada warga di sektor pendidikan, kesejahteraan ekonomi, masjid, sosial kemanusiaan, serta peningkatan kehidupan anak yatim dan duafa.