TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia Anwar Razak menganggap terjadi kemunduran tata kelola pemerintahan DKI Jakarta di masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Salah satu penyebabnya lantaran pembahasan APBD-Perubahan 2020 dan Rancangan APBD 2021 tidak terbuka.
"Agenda tata kelola pemerintahan yang baik mengalami kemunduran di tangan Gubernur Anies Baswedan," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 7 November 2020.
DPRD dan pemerintah DKI kembali menggelar rapat anggaran di Puncak mulai 4 November. Kali ini rapat membahas rencana Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD DKI 2021.
Anwar mengkritik pembahasan anggaran di Hotel Grand Cempaka Resort Cisarua Bogor itu. Alasannya, pembahasan di luar Gedung DPRD DKI Jakarta ini membuat warga sulit memantau.
"Tidak mungkin warga Jakarta datang ke Bogor untuk memantau atau menyampaikan aspirasi," kata dia.
Padahal, dia melanjutkan, inti dari tata kelola pemerintahan yang baik adalah transparansi dan partisipasi publik. Bukti kemunduran lainnya versi Anwar, yakni draf anggaran tak bisa diakses dalam situs resmi pemerintah DKI.
"Sebelumnya, dokumen anggaran mudah diakses di website Pemprov dan pembahasan anggaran di DPRD cukup mudah dipantau," jelasnya.
Legislator Kebon Sirih beralasan rapat anggaran tak mungkin dilaksanakan di Gedung DPRD. Musababnya, kantor Gedung DPRD pernah jadi klaster penularan Covid-19, ruang rapat tertutup, dan pendingin ruangan terpusat. Untuk itulah, rapat di Puncak dianggap solusi menghindari penyebaran Covid-19.