Selain itu, polisi juga menyita uang tunai hasil penjualan sebesar Rp 66.000.000, 35 amplop bon penjualan, 23 lembar bukti pembelian bahan baku warna putih, 20 lembar bukti pembelian bahan baku warna merah, dan 1 unit telepon seluler.
"Pengungkapan ini berdasarkan informasi dan keresahan masyarakat terhadap peredaran madu yang diduga palsu," katanya.
Menurut Fiandar, motif ketiga pelaku tersebut yaitu untuk mencari keuntungan dengan modus membuat pangan olahan jenis madu yang berbahan baku gula. Hasilnya diperjualbelikan kepada konsumen seolah-olah madu asli.
Para pelaku dikenai pasal berbeda. Pemilik CV Yatim Berkah Makmur dijerat Pasal 140 Jo Pasal 86 ayat (2), Pasal 142 jo pasal 91 ayat (1) UURI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman penjara 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000. Selain itu ia juga dijerat Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf f dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000.
Sementara Tamuri dan Asep dijerat Pasal 198 jo pasal 108 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Selanjutnya ketiga tersangka berikut barang bukti diamankan ke Polda Banten guna proses penyidikan lebih lanjut,” ujar Fiandar.
Direskrimum Polda Banten Komisaris Besar Nunung Syaefudin mengatakan, pelaku menjalankan kegiatan usaha pembuatan pangan olahan jenis Madu yang dilakukan oleh CV. Yatim Berkah Makmur. Dalam sehari, ketiga tersangka memproduksi 1 ton pangan olahan berupa madu.
Produksi ini bahkan bisa lebih dari 1 ton, tergantung pemesanan. "Omzet yang dihasilkan yaitu jika harga 1 liter pangan olahan jenis Madu dijual Rp 22.000, sehari dapat menghasilkan 1 ton dan dalam sebulan dapat menghasilkan omzet sebesar Rp 673.200.000," katanya.
Sementara itu, Pemerhati masyarakat adat Baduy, Uday Suhada mengapresiasi pengungkapan adanya produksi dan pengedaran madu palsu yang disampaikan oleh Polda Banten.
“Kami sangat mengapresiasi langkah konkrit yang diambil Polda Banten. Sebab sindikat ini jelas telah mengeksploitasi Komunitas Adat Kanekes (Baduy),” ujar Uday kepada Tempo.
Menurut Uday, sebagai orang yang selama ini menghormati dan mencintai masyarakat suku Baduy, dirinya merasa perlu menyampaikan bahwa Baduy yang terkenal jujur, mengedepankan kesederhanaan, memuliakan kehidupan, justru dimanfaatkan oleh sekelompok oknum semata untuk kepentingan bisnisnya, tanpa memikirkan keselamatan jiwa konsumen.
“Perbuatan ini jelas telah mencoreng nama baik Baduy dan merupakan perbuatan penipuan terhadap konsumen yang mengancam kesehatan masyarakat di berbagai pelosok tanah air,” ujar Uday.