TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DPRD DKI Jakarta mewacanakan pengajuan hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan. Lantaran terjadi pelanggaran protokol kesehatan saat acara akad nikah anak Rizieq Shihab sekaligus Maulid Nabi di Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat pada Sabtu malam, 19 November 2020.
Baca Juga: Pemanggilan Anies Baswedan Dinilai Berlebihan, Polisi: Di Mananya?
"Kami perlu tekankan bahwa pemanggilan ini bukan urusan politik, namun ini adalah tentang penegakan protokol kesehatan yang menyangkut nyawa ribuan warga Jakarta. Kami menyayangkan, acara keramaian sudah diketahui sejak jauh-jauh hari, namun Pak Gubernur tidak ada niat untuk menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri,” kata Anggara Wicitra Sastroamidjojo, Wakil Ketua Komisi E dari Fraksi PSI DKI Jakarta, melalui keterangan tertulisnya.
Kegiatan keagamaan yang mengundang pemimpin Front Pembela Islam di Petamburan telah menyedot ribuan orang hingga berkerumun di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB Transisi. Namun, wacana yang digulirkan PSI tak disambut oleh fraksi lain di Kebon Sirih.
Fraksi-fraksi selain PSI di DPRD DKI memberi sinyal emoh mengajukan hak interpelasi dalam persoalan pelanggaran protokol kesehatan lantaran dianggap belum mendesak dan Anies pun telah diperiksa polisi.
Lalu apakah PSI bisa mengajukan hak interpelasi? Mengacu pada Peraturan DPRD DKI nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib. Begini penjelasannya: regulasi hak interpelasi tertuang dalam Pasal 12 Peraturan DPRD 1/2014. Pasal 1 peraturan itu menjelaskan bahwa hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pasal 2 berbunyi, "Hak Interpelasi sebagaimana ayat 1 dilakukan paling sedikit 15 orang anggota DPRD dan lebih dari satu fraksi." Adapun PSI hanya punya delapan kursi di Kebon Sirih.