TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menyarankan perkara hukum soal kerumunan dalam acara yang dihadiri Rizieq Shihab diselesaikan dengan dialog.
Dialog yang dimaksud bersifat evaluatif.
"Sehingga ke depan kita sama-sama bisa mencegah terjadi kerumunan yang membawa mudarat," kata dia dalam Dialog Nasional 100 Ulama dan Tokoh yang disiarkan virtual, Rabu, 2 Desember 2020.
Habiburokhman menyampaikan dua alasannya. Pertama, penyelenggara negara, baik pemerintah dan DPR, tak maksimal menyodorkan edukasi kepada masyarakat soal kerumunan. Penyelenggara negara, tutur dia, juga tidak mencegah warga berkerubung.
"Jadi kita semua punya andil, punya salah termasuk saya, penyelenggara negara di DPR, tidak melakuakn pengingatan dan edukasi yang maksimal," ujar politikus Partai Gerindra ini.
Baca juga : Tak Singgung Hasil Tes Swab, Rizieq Shihab Singgung Kesehatannya Masih Diobservasi
Kedua, proses hukum pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dapat memicu tuntutan serupa di kemudian hari. Alhasil, menurut dia, kantor polisi hanya akan penuh dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Padahal, "Menurut filsuf hukum Jeremy Bentham bahwa hukum yang paling baik itu adalah yang mendatangkan manfaat terbesar buat masyarakat," ucapnya.
Sebelumnya, Rizieq kembali ke Tanah Air dan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada 10 November 2020. Dia lalu menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad SAW di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat, 13 November 2020 kemudian lanjut ke Megamendung, Bogor.
Satu hari kemudian, dia menghelat Maulid Nabi sekaligus akad nikah putrinya di kediamannya di Petamburan 3, Jakarta Pusat. Seluruh acara ini memicu warga ramai-ramai datang, sehingga menimbulkan kerumunan.
Polisi kini tengah memproses dugaan pelanggaran atas kerumunan di Megamendung dan Petamburan. Polisi mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dimintai klarifikasi oleh penyidik.