Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan korban dalam kasus ini kadang tidak sadar telah menjadi korban kejahatan.
"Intinya tindak pidana ini kadang tidak disadari oleh korban dan baru sadar setelah menempuh beberapa tahun ke depan. Hingga timbul banyak kasus perdata di BPN dan pengadilan akibat beberapa modus operandi yang tidak disadari," kata Tubagus.
Tubagus menjelaskan, kasus ini terjadi pada 2015, dilaporkan pada 2017 dan terungkap pada 2020. Menurut dia dalam kasus ini para tersangka menggadaikan sertifikat ke bank, kemudian ditebus dan terjadi perpindahan kepemilikan.
Korban sadar telah menjadi korban penipuan setelah didatangi oleh pihak bank yang mengatakan sertifikat miliknya sudah beralih kepemilikannya menjadi atas nama salah satu tersangka dan diagunkan senilai Rp 6 miliar.
Sedangkan faktanya korban tidak pernah mengalihkan kepemilikan terhadap sertifikat tanahnya dan atau menandatangani apa pun terkait peralihan kepemilikan.
Lokasi tanah berada di Jalan Pulo Asem Utara II Kelurahan Jati Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.
Korban pun kemudian melapor ke polisi, penyidik dan berhasil meringkus delapan tersangka dan mencari dua DPO lainnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 28 ayat 1 junto Pasal 45 A ayat 2 UU nomor 19/2016 tentang UU ITE, Pasal 156 A KUHP dan 160 KUHP. Para tersangka terancam hukuman di atas lima tahun penjara.
Polisi juga kini tengah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membantu pemulihan hak korban atas sertifikat kepemilikan tanah tersebut.