TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi bidang Pemerintahan DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, mempertanyakan petisi yang diajukan PSI terhadap penolakan kenaikan gaji dan tunjangan legislator Kebon Sirih. "Apakah 1.000 orang mewakili suara warga Jakarta," kata Mujiyono melalui pesan singkat, Sabtu, 5 Desember 2020.
Mujiyono menuturkan bahwa informasi yang digulirkan terkait dengan kenaikan gaji tidak benar. DPRD DKI, kata dia, tidak mengajukan kenaikan gaji melainkan hanya tunjangan perumahan dan transportasi. "Gaji tidak naik. Saat awal pembahasan PSI menyetujui usulan itu."
Politikus Demokrat itu kecewa dengan sikap PSI yang bermain dalam kemunafikan. Menurut dia, seharusnya PSI langsung menolak dalam pembahasan awal usulan tersebut. "Yang menjadi pertanyaan kenapa balik badannya saat pembahasan telah selesai," ujarnya.
Baca juga: Ketua DPRD DKI Sebut Tak Ada Kenaikan Gaji dan Tunjangan
Ia menuturkan legislator Kebon Sirih hanya mengusulkan kenaikan tunjangan perumahan dari Rp 60 juta menjadi Rp 105 juta tahun depan. Sedangkan tunjangan transportasi dari Rp 21 juta menjadi Rp 35 juta. "Kenaikan tunjangan tersebut sudah berdasarkan hitungan appraisal. Bahkan tunjangan perumahan sebenarnya bisa diajukan Rp 110-120 juta."
Kenaikan tunjangan secara keseluruhan, kata dia, mencapai Rp 57 juta, sebelum dipotong pajak penghasilan. "Setelah dipotong pajak kenaikan jadi Rp 51 juta. Tidak ada kenaikan yang lain," ujarnya.
Andy Budiman, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), membuat petisi penolakan kenaikan gaji dan tunjangan DPRD DKI Jakarta di laman change.org. Sampai Jumat petang pukul 17.43, petisi berjudul “Kami Tidak Rela” itu telah ditandatangani oleh 1.655 orang dari target 1.500 orang pada pukul 17.24, Sabtu, 5 Desember 2020.
Nama sejumlah tokoh seperti Ayu Utami, Olga Lydia, Ananda Sukarlan, Goenawan Mohamad, Yudi Latif, Sarwono Kusumaatmaja, serta Grace Natalie tercantum sebagai penanda tangan petisi penolakan kenaikan gaji DPRD DKI itu. Pada bagian deskripsi, mereka menyatakan keberatan terhadap usulan kenaikan Rencana Kerja Tahunan (RKT) anggota DPRD.
Alasannya, di tengah pandemi Covid-19 ini banyak warga Jakarta yang terdampak secara ekonomi dan tengah berjuang untuk bertahan hidup.
“Kami warga Jakarta keberatan uang pajak kami dipakai untuk memperkaya diri para anggota dewan,” seperti dikutip dari deskripsi petisi tersebut.