TEMPO.CO, Jakarta - Mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menilai tunjangan transportasi dan perumahan anggota DPRD DKI terlalu tinggi.
"Jujur saja kalau saya jadi gubernur tidak akan saya setuju tunjangan rumah tahun 2017 Rp 60 juta dan tunjangan transportasi 21,5 juta," kata Ahok dalam kanal Youtube Panggil Saya BTP yang disiarkan Ahad, 6 Desember 2020.
Komisaris Utama PT Pertamina itu pun geram mendengar informasi bahwa legislator Kebon Sirih meminta menaikkan tunjangan perumahan menjadi Rp 110 juta dan transportasi Rp 35 juta pada tahun depan. Menurut Ahok, nilai tunjangan yang kini didapatkan dewan sudah sangat terlalu tinggi. "Saya pun ngamuk baca itu."
Baca juga : Saat Ahok Sentil Anak Muda di DPRD DKI Soal Tunjangan Tak Wajar
Ahok bercerita pernah berselisih dengan anggota DPRD DKI soal tunjangan yang dinilai terlalu tinggi tersebut. Menurut dia, tunjangan sejak tiga tahun lalu sangat tinggi karena belum keluar Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD.
Dalam regulasi tersebut diatur soal rumah dinas dewan yang berjarak radius 5 km dari kantor DPRD.
Aturan tersebut dibaca bahwa dewan bisa menyewa rumah di sekitar DPRD DKI seperti kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yang jaraknya tidak sampai lebih dari 5 km ke gedung Kebon Sirih.
"Itu kamu juga bukan sewa rumah di Teuku Umar dan Imam Bonjol yang gede-gede. Ada asas kepatutan ukuran 200-300 meter," ujarnya.
Menurut Ahok, rumah di Menteng pun masih bisa disewa dengan kisaran Rp 300-400 juta. Makanya, kata Ahok, saat dirinya menjabat Gubernur DKI tunjangan perumahan legislator hanya Rp 30 juta per bulan
"Terus sewa mobil Rp 21,5 juta. Untuk apa beli mobil Corolla kalau semua biaya ditanggung. Coba cek di rental berapa sih ini sebulan. Cuma belasan juta Saja," ujarnya. "Harusnya memberikan tunjangan sesuai harga sewa yang berarti menggunakan asas kepatutan dan kelayakan."
Ahok tidak bisa menyalahkan anggota DPRD yang baru menjabat seperti mantan stafnya Ima Mahdiah. Sebab legislator baru seperti Ima tidak ikut membahas anggaran tunjangan tersebut.
"Ini tidak ada saya jadi Rp 21,5 juta oke lah ini bukan salah kamu. Saya memang tidak bisa memaksa kamu seperti saya. Tapi saya kalau jadi dewan akan saya bilang ini kebesaran. Tidak wajar," ujarnya.