TEMPO.CO, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran mengatakan pihaknya tak akan berhenti melakukan pemberantasan terhadap organisasi masyarakat atau ormas yang menunjukkan tindakan premanisme di masyarakat. Tindakan premanisme itu seperti misalnya melakukan ujaran kebencian, penghasutan, hingga menebarkan berita bohong.
"Saya harus melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap model seperti ini. Gak ada gigi mundur, ini harus kami selesaikan," ujar Fadil di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Desember 2020.
Baca Juga: Ultimatum Rizieq Shihab, Kapolda Metro Jaya: Akan Kami Tangkap
Fadil mengatakan tindak pidana premanisme yang dilakukan oleh anggota ormas sering berbalut identitas suku dan agama. Sehingga merusak rasa nyaman di masyarakat dan merobek kebhinekaan.
Dalam kesempatan itu, Fadil juga menyinggung soal kasus kerumunan yang melibatkan Pimpinan Front Pembela Islam atau FPI Rizieq Shihab. Ia mengatakan polisi akan mengusut tuntas kasus itu.
"Adalah tugas kapolda untuk menjamin yang namanya ketertiban dan keteraturan sosial tersebut, social order istilahnya," ujar Fadil.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan polisi telah menetapkan Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Rizieq ditetapkan sebagai tersangka bersama 5 orang lainnya.
"Pertama penyelenggara saudara MRS di pasal 160 dan Pasal 216, kedua ketua panitia HU, sekretaris panitia A, keempat MS penanggung jawab kemanan, kelima SL penanggung jawab acara, dan HI kepala seksi acara," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, 10 Desember 2020.
MRS merupakan inisial nama dari Muhammad Rizieq Shihab, HU adalah Haris Ubaidillah, SL adalah Sobri Lubis, A adalah Ali Alwi Alatas, MS adalah Maman Suryadi, dan HI adalah Habib Idrus.
Polisi menjerat mereka dengan Pasal 160 KUHP tentang menghasut masyarakat supaya melakukan perbuatan pidana sehingga terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat dan Pasal 216 KUHP.
"Polri dalam hal ini akan mengenakan upaya paksa yang dimilik, seperti penahanan dan penjemputan paksa," ujar Yusri.