TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan penangguhan penahanan untuk terdakwa kasus ujaran kebencian, Ruslan Buton. Mantan anggota TNI Angkatan Darat itu bebas dari Rumah Tahanan Bareskrim Polri per hari ini, Kamis, 17 Desember 2020.
"Keluar pukul 17.00," ujar pengacara Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun kepada Tempo, Kamis, 17 Desember 2020.
Dalam surat penetapan nomor 845/Pid.sus/2020/PN.Jkt.Sel, hakim ketua Dedy Hermawan dan hakim anggota Ratmoho menyampaikan beberapa pertimbangan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Ruslan Buton. Salah satunya karena Ruslan merupakan kepala keluarga yang memiliki anak-anak.
Baca juga: Kasus Ujaran Kebencian, Pengacara Ruslan Buton Minta Muannas Jelaskan Kata Viral
"Dan telah meninggal istri terdakwa dan abang ipar terdakwa, serta masih dirawat sakit keras mertua terdakwa," bunyi kutipan surat tersebut.
Tonin mengatakan, dikabulkannya penangguhan penahan ini membuat pemeriksaan perkara Ruslan Buton akan dilanjutkan pada Januari 2021. Proses selanjutnya adalah pemeriksaan ahli dari jaksa penuntut umum (JPU).
Ruslan diduga melalukan ujaran kebencian melalui rekaman suara. Dia meminta Presiden Jokowi untuk turun dari jabatannya demi menyelamatkan negara.
Jaksa mendakwa Ruslan dengan empat dakwaan alternatif. Dakwaan pertama melalui Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pada dakwaan kedua, Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini mengatur tentang perbuatan menyiarkan berita bohong.
Di dakwaan ketiga, jaksa menggunakan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini menjelaskan tentang perbuatan menyiarkan berita yang dapat menimbulkan keonaran. Sementara di dakwaan keempat, Ruslan dijerat dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal ini menjelaskan perbuatan menyiarkan kabar tidak pasti, berkelebihan atau tidak lengkap yang dapat menerbitkan keonaran.