TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan pengetatan pembatasan tak bisa hanya diimplementasikan saat momen hari libur Tahun Baru 2021. Dia mengingatkan pemerintah untuk komitmen memperketat pembatasan dengan merujuk pada data epidemiologi.
"Kalau dilonggarkan karena menganggap ini sudah tidak ada libur, itu bukan keputusan atau kebijakan yang berbasis sains namanya," kata dia saat dihubungi, Kamis, 17 Desember 2020.
Menurut Dicky, kebijakan baru DKI soal pengetatan sejumlah aspek dapat membantu pengendalian wabah Covid-19 apabila berjalan sampai kuartal kedua atau ketiga 2021. Kuncinya, kata dia, pemerintah komitmen dan konsisten menjalankan regulasi yang dibuat.
Baca juga: PSBB Transisi Diubah Ketat? Kadin DKI Usul Pengetatan Juga Berlaku di Bodetabek
Bahkan, Dicky mengutarakan, pengetatan serupa wajib berlaku serentak se-pulau Jawa. "Dan bukan sampai 8 Januari. Nanti sampai kita melihat bagimana data terakhir tentang test positivity rate-nya," ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan instruksi dan seruan yang memuat sejumlah pengetatan untuk mencegah kerumunan orang merayakan tahun baru 2021. Isi kebijakannya bahwa jam operasional kantor maksimal pukul 19.00 WIB dengan kapasitas orang paling banyak 50 persen.
Sementara itu, pusat perbelanjaan, warung makan, rumah makan, kafe, restoran, bioskop, dan tempat wisata hanya diizinkan buka hingga 21.00 WIB dengan pengunjung maksimal 50 persen.
Khusus pada 24-27 Desember dan 31 Desember 2020-3 Januari 2021, masyarakat tak diizinkan keluar rumah di atas pukul 19.00 WIB kecuali untuk beribadah dan memenuhi kebutuhan mendasar atau mendesak.
Anies juga mewajibkan penumpang angkutan umum menunjukkan hasil rapid antigen. Regulasi ini terbit setelah ada arahan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dalam rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 secara virtual pada Senin, 14 Desember 2020.