Viktor menegaskan semestinya masyarakat memiliki kebebasan untuk menentukan menjalankan protokol 3M secara tertib atau melakukan vaksinasi Covid-19.
Pemberian sanksi pidana denda kepada setiap warga juga bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) UU 39/1999 yakni terhadap hak atas jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapatkan
kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.
Pengaturan sanksi pidana denda bagi setiap warga tidak menjamin perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta tidak memberikan kepastian hukum. "Mengingat setiap warga DKI Jakarta memiliki tingkat ekonomi yang berbeda-beda."
Bagi warga masyarakat tidak mau dilakukan vaksinasi Covid-19, namun secara ekonomi mampu membayar denda maka mereka bisa memilih untuk tidak dilakukan vaksinasi. Sedangkan, bagi warga yang tidak
mampu membayar denda, maka mau tidak mau harus dilakukan vaksinasi Covid-19.
Padahal terkait dengan efektivitas, efek samping vaksin Covid-19 belum diketahui secara pasti. Bahkan perusahaan Sinovac yang memproduksi vaksin Covid-19 yang saat ini telah masuk ke Indonesia sebanyak 1,2 juta menyebutkan bahwa hingga saat ini belum diketahui kemanjuran dari vaksin tersebut.
Selain itu, tidak adanya jaminan kepastian hukum juga dapat terjadi atas pemberlakuan sanksi pidana denda lebih dari satu kali terhadap warga yang menolak untuk dilakukan vaksinasi.
Karena tidak ada kejelasan dalam ketentuan norma a quo, kata Viktor, apakah terhadap warga yang sudah membayar denda karena menolak dilakukan vaksinasi, maka di kemudian hari tidak akan dikenakan kembali sanksi pidana denda terhadap warga masyarakat tersebut.
Karena bisa saja petugas di lapangan mendatangi kembali warga masyarakat yang sudah membayar denda saat menolak untuk dilakukan vaksinasi Covid-19.
Adanya ketentuan norma yang memberikan sanksi pidana kepada setiap warga sebagaimana diatur dalam ketentuan norma a quo juga telah bertentangan dengan cerminan asas keadilan dan ketertiban dan kepastian hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf g dan huruf i UU 12/2011.
Menurut Viktor, materi muatan dalam ketentuan norma a quo sangatlah tidak mencerminkan asas keadilan serta asas ketertiban dan kepastian hukum, karena selain sebagaimana telah dijelaskan di atas, terkait adanya
pertentangan dengan jaminan kepastian hukum dan keadilan. "Juga tidak mencerminkan ketertiban dimana aturan ini tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat," ujarnya.
Lebih jauh Viktor menuturkan Menteri BUMN pernah dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada pemaksaan vaksinasi Covid-19. Perbedaan kebijakan ini tentunya akan menimbulkan kekisruhan politik di mana warga akan menolak dengan dasar pernyataan yang disampaikan oleh Menteri BUMN bahwa tidak adanya paksaan atas upaya vaksinasi Covid-19.
"Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka terhadap frasa: “dan/atau vaksinasi Covid-19” sebagaimana termuat dalam Pasal 30 Perda 2/2020 telah terbukti bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009, Pasal 3 ayat (2) UU 39/2009, dan Pasal 6 ayat (1) huruf g dan huruf i UU 12/2011."