TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur atau Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mempersilakan warga menguji materi Perda nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 atau Perda Covid-19 ke Mahkamah Agung. "Nggak apa-apa (diajukan uji materi)," kata Riza di Balai Kota DKI, Jumat, 18 Desember 2020.
Ia menuturkan Perda tersebut disusun oleh Pemerintah Provinsi bersama DPRD DKI yang menjadi perwakilan warga Ibu Kota. Jika ada yang keberatan dengan regulasi soal pidana denda bagi warga yang tidak mau divaksinasi Covid-19 bisa menempuh jalur hukum yang sesuai aturan.
"Kalau ada masyarakat, kelompok masyarakat, organisasi ormas, maupun pribadi-pribadi punya hak silakan itu ada mekanismenya kalau keberatan," ujarnya.
Baca juga: Warga Jakarta Ini Ajukan Uji Materi Perda Covid-19 Soal Denda Tolak Vaksinasi
Melalui uji materi tersebut, menurut dia, Pemerintah DKI jadi mempunyai masukan untuk dipertimbangkan dan evaluasi ke depannya. Namun, yang harus menjadi perhatian bahwa vaksin ini telah diberikan gratis oleh pemerintah. "Vaksin sudah digratiskan."
Warga bernama Happy Hayati Helmi mengajukan uji materil Peraturan Daerah DKI nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 ke Mahkamah Agung. Adapun pasal yang diuji adalah pasal 20 Perda Penanggulangan Covid-19 yang menyatakan denda Rp 5 juta bagi warga yang tidak mau disuntik vaksin Covid-19.
Adapun Happy mengajukan uji materi bersama tiga orang kuasa hukumnya, yakni Viktor Santoso Tandiasa, Yohanes Mahatma Pambudianto dan Arief Triono, pada Rabu, 16 Desember 2020. Menurut Viktor melalui keterangan tertulisnya, frasa “dan/atau vaksinasi Covid-19” di perda tersebut bertentangan dengan sejumlah undang-undang.
"Pemohon merupakan Warga Negara Indonesia, yang berdomisili di DKI Jakarta, dan berprofesi sebagai advokat yang kesehariannya sebagian besar melakukan aktivitas profesi di DKI Jakarta," ujarnya. "Artinya keberlakuan Perda 2/2020 berdampak langsung pada Pemohon."
Adapun undang-undang yang dimaksud, yakni Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dan UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi pemohon tentunya tidak memberikan pilihan untuk dapat menolak karena bermuatan sanksi pidana denda Rp 5 juta. Besaran denda tersebut di luar kemampuan pemohon yang juga memiliki suami, adik dan anak yang masih balita.
"Artinya apabila pemohon menolak vaksinasi bagi keluarganya, maka pemohon harus membayar denda sebesar Rp 20 juta untuk empat orang."
Selain itu, setelah denda Rp 20 juta dibayar tidak berarti ancaman untuk membayar denda bagi pemohon selesai. Sebabnya, dalam ketentuan norma Pasal 30 Perda 2/2020 tidak dijelaskan apakah setelah
membayar denda maka setiap orang yang menolak vaksinasi Covid-19 telah melepas kewajibannya untuk mendapatkan vaksinasi di kemudian hari.
"Artinya bisa saja jika Pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada pemohon dan keluarganya," ujarnya.