TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah DKI Jakarta menyatakan telah berusaha untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 usai libur akhir tahun. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan pencegahan penyebaran wabah virus corona dilakukan dengan meningkatkan upaya 3T, yakni testing, tracing, dan treatment (tes, lacak dan isolasi).
"Kami tengah meningkatkan upaya tracing yang kontak erat," kata Dwi saat dihubungi, Jumat, 25 Desember 2020. Adapun per hari-nya Pemerintah DKI Jakarta telah menargetkan memeriksa 10 ribu spesimen melalui tes PCR.
Baca Juga: Epidemiolog Prediksi Covid-19 di DKI Tembus 240 Ribu Kasus Awal Februari 2021
Selain itu, saat ini Pemerintah DKI juga tengah berpacu untuk meningkatkan fasilitas kesehatan terutama menambah kamar isolasi dan ruang perawatan intensif (ICU) pasien Covid-19. Sebabnya jumlah kamar isolasi dan ICU yang ada sudah terisi lebih dari 80 persen.
Data pekan lalu per 20 Desember 2020, dari 6.663 tempat tidur isolasi, kini sudah ditempati sebanyak 5.691 pasien atau terisi 85 persen. Sedangkan ruang ICU tempat tidurnya sudah terisi 722 dari 907 sehingga persentasinya 80 persen terpakai. Adapun total runah sakit rujukan Covid-19 di Ibu Kota mencapai 98 rumah sakit.
Melalui Instruksi Gubernur Nomor 55 Tahun 2020, Pemprov DKI berkomitmen meningkatkan kapasitas tempat tidur isolasi dan ICU. Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas tempat tidur isolasi sebanyak 7.171 dan ICU sebanyak 1.020 di rumah sakit rujukan Covid-19 Jakarta khususnya RSUD.
"Sebenarnya penambahan layanan kesehatan untuk pasien Covid-19 ini menjadi langkah terakhir karena setiap menambah kapasitasnya bakal mengurangi layanan bagi pasien non Covid-19," ujarnya.
Dwi menuturkan langkah terbaik untuk menekan penularan Covid-19 saat menghadapi libur panjang ini adalah menunda kegiatan di luar rumah dan tetap meningkatkan kesadaran menerapkan protokol kesehatan 3M, yakni menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
"Sebab kalau mengandalkan menambah layanan kesehatan berapa pun ditambah tidak akan cukup menghadapi lonjakan kasus karena masyarakat abai terhadap protokol kesehatannya."
Selain itu, Dwi melanjutkan risiko menambah layanan rumah sakit selain mengurangi jatah pasien non Covid-19 adalah bertambahnya beban kerja tenaga kesehatan. Pemerintah telah berusaha menambah tenaga kesehatan sejak beberapa bukan lalu. Namun sebagian banyak yang mengundurkan diri karena beban kerja yang berat.
"Dalam rekrutmen orang kami juga tidak bisa sembarang. Harus yang punya keahlian karena ini menyangkut penanganan penyakit menular," ujarnya. "Rekrutmen yang kami lakukan belum memenuhi kuota yang ditargetkan. Belum lagi nakes dihadapkan risiko burnout (stres) karena beban kerja. Kami pun ada keterbatasan."