Ada 35 unit usaha perajin tahu di Lebak yang terpaksa menghentikan produksi karena kenaikan harga kedelai. "Kami berharap harga kedelai kembali stabil atau dibantu subsidi," kata Mad Soleh.
Suhali, seorang perajin tempe di Rangkasbitung, Lebak, mengeluhkan kenaikan harga kedelai di pasaran dari Rp 7.500 menjadi Rp 9.500/Kg. Kenaikan harga kedelai tersebut membuat produksi berkurang dan berdampak terhadap pendapatan.
Selama ini, pendapatan hasil berjualan tempe hanya cukup memenuhi kebutuhan makan keluarga. "Kami minta harga kedelai kembali normal, sehingga perajin tetap eksis memproduksi tempe sebagai ladang mata pencarian," katanya.
Para perajin tempe tradisional di Rangkasbitung belum berani menaikkan harga satuan tempe karena khawatir ditinggalkan pelanggan. Perajin hanya menyiasati dengan memperkecil ukuran dengan harga normal, yakni Rp1.000 per tempe.
"Kami serba bingung jika harga satuan tempe dinaikkan, pasti pelanggan keberatan," ujarnya.
Adhari, seorang perajin tempe di Rangkasbitung mengatakan selama ini dia mendapatkan kedelai dari pedagang pengecer di Pasar Rangkasbitung. Sebab di Kabupaten Lebak tidak memiliki lembaga usaha, seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi harga kedelai.
Baca juga: Tak Ada Tahu dan Tempe, Tukang Gorengan: Padahal Itu Favorit
Perajin tempe maupun tahu mendapatkan kedelai langsung dari pengecer dengan harga relatif tinggi. "Kami berharap pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memberikan subsidi harga murah dan terjangkau," katanya.