TEMPO.CO, Jakarta -Perkara dugaan penggelapan upah oleh PT Freeport Indonesia terhadap mantan pekerjanya, Timotius Kambu kini memasuki babak baru.
Timo, panggilan akrab pria kelahiran Sorong itu, mengatakan laporannya yang sudah berumur tiga tahun tersebut saat ini dilimpahkan dari Polda Metro Jaya ke Polda Papua.
"Alasan polisi, locus delicti ada di Tembaga Pura Papua," ujar Timo kepada Tempo, Ahad, 3 Januari 2020.
Timo mengetahui informasi pelimpahan kasus itu dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang dikeluarkan oleh Direkorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tertanggal 29 September 2020. Keputusan ini diprotes oleh Timo.
Baca juga : Simak 10 Daerah dengan Upah Minimum Tertinggi Nasional di 2021
Timo mengatakan, ia pertama kali membuat laporan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada Januari 2017. Namun, kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polda Metro Jaya dengan alasan gedung Bareskrim Polri di Jakarta Selatan saat itu sedang direnovasi. Padahal menurut Timo, laporan penggelapan dengan nilai lebih dari Rp 10 miliar harusnya ditangani polisi di level Mabes bukan Polda.
Sementara nilai upah yang harusnya dibayarkan oleh PT Freeport Indonesia kepada Timo lebih dari Rp 12 miliar. Nilai tersebut sesuai dengan hitungan dari Kementerian Tenaga Kerja yang diterbitkan pada 7 Oktober 2015.
"Tapi waktu itu kita sebagai warga negara yang butuh pelayanan, ikut saja apa kata aparat," kata Timo.
Di Polda Metro Jaya, Timo merasa laporannya terhadap PT Freepport Indonesia tidak ada perkembangan walau sudah berumur tiga tahun. Penyidik, sesuai dengan SP2HP yang dikeluarkan, bahkan baru melakukan gelar perkara pada 23 Juli 2020. Kasus ini pun, kata Timo, masih berada di level penyelidikan, belum masuk ke tahap penyidikan.
"Ini model kerja seperti apa? Polisi tidak profesional."
Padahal, Timo mengatakan bahwa seluruh saksi sudah diperiksa. Dokumen dan alat bukti yang diperlukan juga sudah diserahkan ke polisi. Selain itu, Timo juga memiliki putusan Mahkamah Agung yang memenangkan peninjauan kembalinya atas permohonan banding PT Freeport pada 2006. Alih-alih ada penetapan tersangka, kata Timo, Polda Metro Jaya justru melimpahkan kasus ke Polda Papua.
"Saya menduga ada main mata antara polisi dan PT Freeport Indonesia," kata Timo.
Timo mengatakan, laporan yang dibuatnya di polisi juga ditujukan kepada PT Freeport Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta. Selain itu, dia mengaku tidak pernah menginjakkan kaki di Tembaga Pura, Papua, sejak 2001.
"Harusnya kalau mau dilimpahkan ya ke Bareskrim Polri, bukan ke Polda Papua," ujar Timo.
Kasus dugaan penggelapan upah berawal saat PT Freeport Indonesia tak memperpanjang kontrak kerja Timo pada 14 April 2001. Di Freeport, Timo menjabat sebagai Supervisor Departemen Mill Maintenance, sejak April 2000.
Dia menyoal keputusan perusahaan itu dengan mengadu ke berbagai lembaga, seperti ke Dinas Tenaga Kerja Papua, Gubernur Papua, Menteri Tenaga Kerja, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Ombudsman Republik Indonesia. Semua lembaga memberi respons seragam, yaitu meminta Timo dipekerjakan kembali, menyatakan pemberhentiannya tidak tepat, dan meminta agar upahnya dibayar.
Tempo telah mencoba mengklarifikasi SP2HP soal pelimpahan kasus ini ke Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat via telepon maupun pesan singkat. Namun hingga berita ini diturunkan, dia belum membalas.
M YUSUF MANURUNG