TEMPO.CO, Jakarta - PT Mass Rapid Transit Jakarta menggandeng tiga instansi pemerintah mencari kontraktor paket CP202 dan CP205 proyek MRT Fase 2A. Ketiganya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta William Sabandar mengatakan, pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat akan menunjuk langsung kontraktor. "Kami ingin sangat transparan akuntabel. Sebab itu kami melibatkan teman-teman BPKP, Kejaksaan Agung, dan KPK untuk mengawal pengadaan paket ini yang akan dilakukan secara direct contracting," kata dia dalam diskusi virtual, Selasa, 5 Januari 2021.
Sebelumnya, proses lelang penyediaan paket CP202, CP205, dan CP 206 MRT Fase 2A gagal. Kontraktor Jepang tak tertarik menggarap proyek itu.
Pengerjaan proyek ini mulanya harus menggandeng kontraktor dari Negeri Sakura itu mengingat MRT Fase 2A dibiayai Japan International Cooperation Agency Official Development Assistance (JICA ODA) Loan dengan skema Special Terms for Economic Partnership (Tied Loan).
"JICA harus memberikan persetujuan bahwa mereka secara resmi mendukung proses direct contracting, karena pemerintah Indonesia sudah memberikan persetujuannya," ujar dia.
Adapun pengadaan paket kontrak CP202 untuk pengerjaan stasiun Harmoni-Mangga Besar, CP205 sistem perkeretaapian dan rel, serta CP206 pengadaan kereta alias rolling stock.
William berharap proses permintaan persetujuan dari JICA dan konsultasi berjalan di bulan ini. Tujuannya untuk mengejar target pengerjaan paket CP202 dimulai Juli 2021, sehingga MRT Fase 2 secara keseluruhan rampung Agustus 2027.
Proyek MRT Jakarta Fase 2 terdiri dari Fase 2A (Bundaran HI-Kota) dan Fase 2B yang melanjutkan lintasan hingga ke depo di Ancol Barat, Jakarta Utara. Total akan ada delapan stasiun bawah tanah dengan panjang 7,8 kilometer.
PT MRT telah mendapatkan kucuran dana dari JICA senilai 22,5 triliun. BUMD itu membutuhkan dana tambahan Rp 7,3 triliun yang sudah diusulkan ke pemerintah.