Tak bertahan lama, Nursaman memutuskan untuk menarik becak setahun setelahnya. Saat itu dirinya tinggal di Gang Harlan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Nursaman kembali beralih mata pencaharian menjadi sopir bajaj merah beberapa tahun setelahnya. Ia menyewa bajaj tersebut kepada seseorang di daerah Mampang, Jakarta Selatan.
Setiap hari, Nursaman menyetorkan sejumlah uang kepada empunya bajaj. Saat itu dirinya tak lagi tinggal di Tanah Abang.
Nursaman memilih untuk tidur di bengkel bersama beberapa sopir bajaj lainnya. “Habis kalau narik bajaj itu kan biasanya sampai jam 10 malam. Nanti jam 5 pagi sudah mulai lagi. Teman-teman banyak yang tidur di bengkel juga,” tutur dia.
Kini Nursaman bermata pencaharian sebagai pemulung. Setiap hari ia keliling Ibu Kota untuk mencari barang bekas yang bisa dijual kembali. Sudah dua tahun ke belakang dirinya tinggal di trotoar yang menempel dengan Kali Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan.
Tempo melihat lokasi tempat Nursaman tinggal. Di sana terdapat sejumlah barang bekas yang ia kumpulkan. Tunawisma itu mengatakan biasa tidur beralaskan plastik dan kardus bekas di sana. Jika hujan turun, ia tidur di halaman toko penjual furnitur, sekitar 5 meter dari bibir kali.
Nursaman bercerita sudah 4 tahun ia tak pulang ke kampung halamannya di Desa Babadan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dua anaknya tinggal di sana.
Baca juga: Risma Mau Latih Gelandangan, Sudin Sosial Jakpus: Balik Lagi Jadi Pemulung
Sebagai pemulung, Nursaman mengatakan kesulitan mencari uang untuk ongkos pulang kampung. “Kalau hasil dari mulung paling cukup buat makan sehari-hari aja,” kata dia.