TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara FPI Munarman menanggapi rencana Calon Kapolri Komisaris Jenderal Listyo Sigit yang akan kembali menghidupkan kembali pasukan pengamanan masyarakat atau Pam Swakarsa. Menurut Munarman, pasukan itu memiliki sejarah kelam pada 1998 dan dikhawatirkan akan terulang kembali.
"Ini pengulangan sejarah. Politik devide et impera (politik memecah belah)," ujar Munarman saat dihubungi Tempo, Ahad, 24 Januari 2021.
Menurut Munarman kondisi masyarakat saat ini yang masih miskin ilmu dan sering kelaparan, membuat mereka akan mudah dimanfaatkan elite politik untuk diadu domba. Ia khawatir dihidupkannya kembali PAM Swakarsa dapat mempermulus adu domba itu.
Baca: FPI Pernah Mesra dengan Pemerintah hingga Pelopor Aksi Bela Islam
"Sejarah selalu berulang di negeri ini. Adu domba sesama rakyat oleh penguasa terus dilakukan sejak zaman kolonial," kata Munarman.
Rencana Listyo Sigit menghidupkan kembali PAM Swakarsa dijelaskan saat uji kelayakan di rapat paripurna DPR, Kamis, 21 Januari 2021. Dalam uji itu, Sigit menjelaskan PAM Swakarsa akan diintegrasikan dengan perkembangan teknologi informasi dan fasilitas-fasilitas yang ada di Polri.
"PAM swakarsa harus lebih diperan aktifkan dalam mewujudkan harkamtibmas," kata Sigit.
Tak cuma FPI, rencana ini juga menuai kecaman dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Mereka mengingatkan ada masalah celah hukum dan potensi kekerasan dari dihidupkannya PAM Swakarsa lagi.
"Tahun lalu kami sudah keluarkan tanggapan soal PAM Swakarsa dan ini tidak banyak berubah," kata Peneliti KontraS Danu kepada Tempo, Rabu, 20 Januari 2021. Ada banyak problem terkait celah hukum dan juga potensi kekerasan yang mungkin timbul.
Danu mengatakan kepolisian tak memiliki aturan jelas soal kualifikasi organisasi yang dapat ditetapkan sebagai PAM Swakarsa. Polri juga dinilai mendapat diskresi terlalu besar dalam mengangkat organisasi masyarakat atau perkumpulan lainnya menjadi PAM Swakarsa.