TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis dari berbagai organisasi seperti B2W Indonesia, Greenpeace Indonesia, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, dan Rujak Center for Urban Studies menyayangkan sikap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyetujui relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM kendaraan bermotor.
Para aktivis mendesak pembahasan aturannya dibatalkan. Langkah itu dianggap berkebalikan dengan komitmen pemerintah terhadap pembangunan berkelanjutan.
"Malah semakin menegaskan bahwa pemerintah memang tak peduli kepada upaya mengatasi sebab-sebab rusaknya lingkungan, kehidupan kota yang semakin tak manusiawi serta berpusat pada kendaraan bermotor, dan tingginya angka korban kecelakaan di jalan," bunyi pernyatan pers B2W Indonesia dan kawan-kawan, Senin, 15 Februari 2021.
Dalam siaran pers itu, kendaraan bermotor dinyatakan sebagai sumber emisi gas beracun terbesar. Mereka mengutip data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang menunjukkan bahwa transportasi darat menyumbang 75 persen emisi. Selain itu, penelitian Vital Strategies dan Institut Teknologi Bandung menyatakan bahwa 32-57 persen PM 2,5 berasal dari kendaraan bermotor. PM 2.5 atau partikulat berukuran 2,5 mikron atau kurang itu dianggap berbahaya bagi kesehatan.
Baca juga: Kronologi Pembebasan PPnBM Mobil Baru, Sempat Ditolak Sri Mulyani
"Data Global Alliance on Health and Pollution tahun 2019 juga menunjukkan polusi udara merupakan penyebab 123 ribu kematian dalam setahun," bunyi kutipan pers itu.
Di samping mengotori udara, gas kendaran bermotor juga dianggap menimbulkan krisis iklim yang saat ini sedang berlangsung. Melalui Paris Agreement yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016, Indonesia disebut telah berkomitmen ikut mengurangi emisi gas itu hingga 29 persen pada 2030.
"Tapi janji ini hanya bisa dipenuhi jika ada tindakan-tindakan drastis. Meningkatkan jumlah penjualan mobil jelas tak termasuk di dalamnya," kata para aktivis.
Para aktivis tak menampik jika pelonggaran pajak mobil mungkin bisa meningkatkan produksi dan menggairahkan industri otomotif yang berguna bagi perekonomian di masa pandemi, seperti klaim Airlangga. Namun menurut mereka, berapa pun nilai uang yang dihasilkan dari kebijakan itu, tida akan sebanding dengan kerugian yang timbul akibat pembiaran negara terhadap kehidupan masyarakat yang tergantung dengan kendaraan bermotor.
"Dispensasi pajak itu pun bersifat elitis serta diskriminatif, tak adil untuk sektor ekonomi yang lain, yang lebih berpeluang menggerakkan ekonomi tanpa menimbulkan dampak negatif, atau bidang kehidupan yang lebih menyokong pemerataan," kata mereka.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyetujui usulan Kementerian Perindustrian terkait relaksasi PPnBM kendaraan bermotor secara bertahap selama 2021. PPnBM akan ditanggung pemerintah untuk kendaraan di bawah 1.500 cc dengan konten lokal 70 persen.
“Dengan skenario relaksasi PPnBM dilakukan secara bertahap, diperhitungkan dapat terjadi peningkatan produksi yang akan mencapai 81.752 unit,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Februari 2021.