TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan Pemprov DKI harus transparan soal aset Bank Tanah. Informasi aset DKI harus disertai dengan rencana penggunaannya di waktu mendatang.
"Sehingga dapat mempersempit celah korupsi atau penyalahgunaan lahan," kata dia saat dihubungi, Minggu, 14 Maret 2021.
Dengan keterbukaan ini, akan diketahui apakah lahan milik DKI sudah cukup untuk rencana pembangunan atau harus membeli tanah baru. Nirwono menambahkan, seluruh aset DKI berupa lahan yang selama ini terbengkalai juga harus diaudit.
DPRD DKI juga berperan mengaudit aset lahan serta ketersediaan bank tanah yang dilaporkan pemerintah. Menurut dia, legislator harus segera menginvestigasi kepemilikan lahan kepunyaan DKI.
"Serta memastikan rencana penggunaannya ke depan," ucap dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyidik dugaan korupsi pengadaan tanah oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya. BUMD DKI itu diduga melakukan mark up saat membeli 4,2 hektare tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur pada akhir 2019.
Tanah itu sempat disebut akan digunakan untuk program Rumah DP Nol Rupiah. Namun belakangan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengutarakan pembelian lahan itu dalam rangka menjalankan program bank tanah di Ibu Kota. Dari penjelasannya, Sarana Jaya mejadi salah satu BUMD yang ditugaskan mencari tanah. Peruntukan tanah yang dibeli akan diputuskan belakangan.
Baca juga: Wagub Akui Sarana Jaya Beli Tanah untuk DP Rp 0, Berubah Jadi Bank Tanah
"Lahan itu untuk bank tanah. Jadi kami ada program pembelian lahan-lahan untuk bank tanah, nanti baru diputuskan peruntukannya untuk apa," kata dia di SMA Islam Al Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan, Sabtu, 13 Maret 2021.