TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan lahan bermasalah yang dibeli Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya adalah milik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus. Laporan ini dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kanal pengaduan online via Whatsapp pada Jumat, 19 Maret 2021.
"Berdasar data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya.
Lahan yang dimaksud berlokasi di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Menurut Boyamin, lahan itu memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) Nomor 97-99 yang diterbitkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur pada 31 Juli 2001.
Baca juga: Korupsi Pengadaan Tanah, BP BUMD Evaluasi Pembelian Lahan PT Sarana Jaya
HGB berlaku sampai 31 Juli 2021 atas nama yayasan dengan luas lahan sekitar empat hektare. Dia menyampaikan empat poin kepada KPK.
Pertama, Boyamin berujar, lahan milik yayasan tak dapat dijual kepada perusahaan swasta. Lahan yayasan hanya bisa dimanfaatkan untuk fungsi sosial. Untuk itu, Sarana Jaya seharusnya mengetahui tidak bisa membeli lahan karena milik yayasan.
"Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp 200 miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost," jelas dia.
Kedua, masa berlaku HGB habis pada 2021. HGB berpotensi tak diperpanjang lantaran nihil pembangunan di lahan tersebut.
Sarana Jaya, menurut dia, seharusnya menunggu HGB diperpanjang sebelum mengucurkan dana. Pembayaran sebelum perpanjangan HGB adalah sia-sia dan berpotensi kehilangan lahan.
Ketiga, lahan itu berstatus hak pakai sebelum HGB terbit. Hak pakai berarti lahan milik pemerintah, sehingga HGB berpotensi tak diperpanjang atau dicabut mengingat nihil pembangunan.
"Sehingga pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma," ujar dia.
Keempat, dia menuturkan, rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta patut diduga melanggar UU Yayasan. HGB sewaktu-waktu dapat dicabut pemerintah, karena mendirikan bangunan yang tidak sesuai peruntukan.
"Sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara," papar dia.