TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi BEM se-Universitas Indonesia mengungkap intimidasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat Pemuda Pancasila atau PP kepada warga Pancoran Buntu 2, Jakarta Selatan, diduga sudah terjadi sejak November 2020. Saat itu beberapa anggota PP yang dituding BEM UI disewa oleh PT Pertamina Training & Consulting (PTC) mengusir warga yang mengontrak salah satu rumah di sana.
Menurut pihak PT PTC, pemilik kontrakan yang berinisial M, sudah memiliki uang ganti rugi atas lahannya sehingga penghuni kontrakan harus meninggalkan lokasi.
"Tokoh-tokoh masyarakat di situ meminta agar PT PTC memberikan uang kepada pengontrak lapak Ibu M, yang setidaknya cukup untuk membayar biaya sewa rumah/kos di tempat lain selama enam bulan ke depan," bunyi siaran pers BEM UI yang Tempo dapatkan, Ahad, 21 Maret 2021.
Namun, PT PTC hanya memberikan satu juta rupiah per pintu yang dinilai tak layak. Warga yang diwakili oleh seorang pemilik lahan berinisial MS, kemudian mengajukan gugatan ke PT Pertamina dan PT PTC atas usaha pengusiran itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 2 Desember 2020 dengan nomor registrasi perkara 1013/Pdt. G/2020/PN JKT.SEL.
Baca juga: Ombudsman Kritik Polisi Soal Bentrok Pemuda Pancasila dan Warga Pancoran
Namun di tengah proses gugatan, warga kembali mendapat intimidasi dari aparat kepolisian. "Warga didatangi dari pintu ke pintu dan diminta identitasnya oleh pihak kepolisian, untuk keperluan pemanggilan atas tuduhan penyerobotan lahan. Padahal sebagian dari warga sudah tinggal di lokasi tersebut selama lebih dari dua puluh tahun," bunyi siaran pers itu.
Usaha penggusuran dan intimidasi yang melibatkan aparat kepolisian dan ormas PP kembali terjadi sebanyak tiga kali pada Januari 2021. Bahkan saat itu, PT PTC dengan dikawal ormas PP dan Brimob mengerahkan alat berat untuk menggusur warga dan pemasangan pagar, namun gagal karena mendapat perlawanan warga.
Pada Februari 2021, PT PTC semakin agresif menggusur rumah warga di sana. Sebanyak enam kali usaha pengusiran membuat beberapa rumah dan posko banjir hancur. Bahkan pada 24 Februari, ormas PP kembali melakukan kekerasan dengan melempari warga dengan batu.
"Beberapa hari setelahnya, warga masih terus diintimidasi dengan ancaman akan adanya pelemparan molotov di malam hari serta penculikan anak-anak muda dari warga satu per satu," bunyi siaran pers BEM UI.
Usaha penggusuran disertai kekerasan terus berlanjut dan semakin masif pada Maret 2021. Saat itu seorang ibu hamil dan anak-anak menjadi korban ancaman preman.
Puncaknya pada Rabu malam, 17 Maret 2021, bentrokan antara warga dan ormas PP pecah hingga mengakibatkan 23 warga luka. Polisi pun dituding ikut andil dengan menembakkan gas air mata ke pemukiman warga.
Sengketa lahan yang melibatkan preman ini kemudian mendapat sorotan dari Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya. Lembaga ini mengkritik jajaran Polda Metro Jaya yang tak mampu mengantisipasi bentrokan warga dengan ormas Pemuda Pancasila.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho meminta Polres Jakarta Selatan menerbitkan Laporan Polisi Model A. Tujuannya untuk mengusut peristiwa tersebut. Tindak lanjut ini, tutur dia, menjadi penting guna membangun kepercayaan publik.
"Hal ini penting dilakukan untuk membangun kepercayaan publik terhadap kemampuan Polri dalam menegakkan hukum," ujar dia.
Sementara itu pihak perusahaan Pertamina membantah tindakan yang pihaknya lakukan ke warga Pancoran Buntu 2 merupakan penggusuran. Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relation Pertamina, Agus Suprijanto, berdalih seluruh hal yang mereka lakukan di Pancoran II merupakan usaha memulihkan aset di sana. "Aset tersebut secara sah dimiliki Pertamina berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA)," jelas dia.
M JULNIS FIRMANSYAH