TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini tepat 40 tahun lalu, warga bernama Mangkusasmito Sanjoto menempati lahan 2,8 hektare di Jalan Pancoran Gang Buntu II usai memenangi sengketa hingga tahap kasasi. Pada 21 Maret 1981, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan memberikan kuasa terhadap juru sita guna membuat berita acara pengosongan lahan dan penyerahan kepada Sanjoto.
"Pas 40 tahun," kata Kuasa hukum ahli waris keluarga Sanjoto, Edi Danggur kepada Tempo, Ahad, 21 Maret 2021.
Di lahan itu, Sanjoto membolehkan beberapa orang yang dikenalnya bermukim hingga sekarang menjadi warga Jalan Pancoran Gang Buntu II, Jakarta Selatan. Sanjoto disebut tak pernah menjual atau menarik sewa tempat.
Hampir setengah abad kemudian, PT Pertamina datang untuk mengklaim lahan itu. Mereka diduga menggunakan preman untuk mengintimidasi warga Pancoran Buntu II agar keluar dari lokasi. Warga dan preman akhirnya bentrok, yang terakhir berlangsung pada 17 Maret 2021.
"Kalau memang Pertamina merasa berhak, ke mana mereka selama 40 tahun ini," kata Edi.
Edi menjelaskan, kasus ini bermula saat Sanjoto dan rekannya, Anton Partono serta tiga orang lain berencana membeli lahan di Pancoran Buntu II. Sanjoto bertindak sebagai penyedia uang, sementara Anton Cs bernegoisasi.
"Secara diam-diam, Anton Partono menjual lahan ke PT Nagasastra Jayasakti. Kemudian isunya PT Nagasastra mau menjual ke Pertamina," kata Edi.
Karena ada isu rencana pembelian tanah oleh Pertamina, Sanjoto melalui pengacaranya Sudarto Gautama, membuat pengumuman bahwa lahan itu masih dalam sengketa. Pengumuman dibuat di tiga media massa, yakni Kompas, Sinar Harapan dan Berita Buana pada tahun 1970-an.
Sudarto juga menyurati langsung direksi Pertamina agar jangan membeli tanah tersebut pada 6 Agustus 1973. "Namun ternyata tetap dibeli sama Pertamina," kata Edi.
Sanjoto lantas menggugat Anton Cs ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan. Sengketa berlangsung hingga ke Mahkamah Agung atau MA. Sanjoto memenangkan kasasi. Sebagai landasan kepemilikan lahan di Pancoran Buntu II, ia mengantongi putusan MA Nomor 1675K/Sip/1975.
"Dalam gugatan Sanjoto kepada Anton, Pertamina dinyatakan sebagai pembeli yang beritikad buruk. Sertifikat yang mereka miliki itu batal demi hukum," ucap Edi.
Beberapa tahun berselang, kata Edi, Pertamina melakukan Peninjauan Kembali atau PK dan menang. Edi mengatakan Pertamina mengantongi putusan MA berupa bantahan atas sita jaminan dan sita eksekusi. Namun menurut Edi, hak Sanjoto atas lahan tersebut tidak gugur.
"Putusan MA yang memenangkan Sanjoto sampai detik ini tidak pernah dibatalkan. Hak Sanjoto yang sudah dieksekusi sama sekali tidak dibatalkan," kata Edi.
Menurut Edi, jika Pertamina punya putusan MA, maka eksekusi tetap harus dilaksanakan oleh Pengadilan. Idealnya, kata dia, Pertamina meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan berita acara pengosongan lahan seperti yang diterima Sanjoto 40 tahun lalu. Namun, Pertamina disebut tak punya landasan eksekusi itu.
"Tidak boleh orang putusan MA langsung seruduk pakai buldoser, dipagari, usir orang, gak boleh gitu dong, itu bukan negara hukum namanya," kata dia.
Senior Vice President Corporate Communication and Investor Relation Pertamina, Agus Suprijanto, sebelumnya membantah pihaknya telah menggusur warga Pancoran Buntu II. Menurut dia, Pertamina hanya tengah memulihkan aset mereka di wilayah tersebut.
"Aset itu secara sah dimiliki Pertamina berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA)," kata dia dalam keterangannya kepada Tempo, Jumat, 19 Maret 2021.
Agus menuturkan, rencananya aset itu akan digunakan untuk kepentingan negara. Dia tak merinci kepentingan yang dimaksud. Pertamina, kata dia, melalui anak perusahaan Training & Consultant (PTC), telah melakukan sosialisai prapelaksanaan pemulihan aset BUMN.
PTC juga disebut telah membuka posko komunikasi untuk para tokoh dan warga setempat. "Agar mengetahui informasi tentang status lahan dari aspek legal," ujar dia.
Bentrok di Jalan Pancoran Buntu II terakhir terjadi pada 17 Maret lalu. Menurut Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS, kejadian ini bermula saat Ormas memblokade akses masuk utama dan pintu belakang jalan sekitar pukul 15.00. Warga lantas menuntut PAUD di dalam kawasan itu dikembalikan kepada mereka agar anak-anak bisa sekolah. Warga juga menuntut preman meninggalkan lokasi karena dianggap mengintimidasi.
Baca juga: Ombudsman Soroti Pertamina Gandeng Pemuda Pancasila Gusur Warga Pancoran
Pada pukul 17.00, negosiasi berlangsung antara warga, PT Pertamina, Polres Jakarta Selatan dan Polsek Pancoran. Perusahaan milik negara itu disebut meminta warga mengirim perwakilannya untuk mediasi, tapi ditolak. Warga menilai mediasi akan berujung pada intimidasi untuk menandatangani surat penerimaan kerohiman.
Pihak PT Pertamina lantas disebut setuju mengeluarkan beko dari kawasan itu, tapi aparat tetap berjaga di PAUD. Warga menolak aparat masih di lokasi itu. Negosiasi berlangsung alot dan terjadi adu mulut. PAUD akhirnya diduduki warga dan aparat pindah ke depan portal.
Pada pukul 18.30, Ormas mulai berkumpul di depan portal. Kemudian pada pukul 22.00, Ormas disebut memprovokasi warga yang berjaga di tiap akses masuk. Tiba-tiba, terjadi lemparan batu dari pihak Ormas dan berujung bentrok. Sekitar satu jam kemudian, posko medis ditembaki gas air mata. Dari catatan KontraS, sebanyak 20 warga mengalami luka dan gangguan kesehatan akibat bentrokan di Pancoran ini.
M YUSUF MANURUNG